Rabu 01 Sep 2021 16:33 WIB

Sri Lanka Umumkan Darurat Ekonomi

Sri Lanka menaikkan suku bunga untuk menopang mata uang dan kendalikan inflasi.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolandha
A Sri Lankan man climbs a rock in a forest reserve with a child to access the child
Foto: AP/Eranga Jayawardena
A Sri Lankan man climbs a rock in a forest reserve with a child to access the child

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka mengumumkan keadaan darurat ekonomi, setelah penurunan tajam nilai mata uang negara Asia Selatan itu menyebabkan lonjakan harga pangan. Pihak berwenang mengatakan mereka akan mengendalikan pasokan bahan makanan pokok, termasuk beras dan gula, dan menetapkan harga dalam upaya mengendalikan kenaikan inflasi.

Rupee Sri Lanka telah jatuh 7,5 persen terhadap dolar AS tahun ini, dilansir di BBC, Rabu (1/9). Langkah-langkah darurat yang luas mulai berlaku pada Selasa (31/8).

Baca Juga

Seorang mantan jenderal angkatan darat telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai komisaris layanan penting, dengan kekuasaan untuk menyita stok yang dimiliki oleh para pedagang dan pengecer.

"Petugas yang berwenang akan dapat mengambil langkah-langkah untuk menyediakan bahan makanan penting dengan harga konsesi kepada publik dengan membeli stok bahan makanan penting," kata presiden negara kepulauan itu, Gotabaya Rajapaksa.

"Barang-barang ini akan diberikan dengan harga yang dijamin pemerintah atau berdasarkan nilai pabean barang impor untuk mencegah penyimpangan pasar," tambah Presiden.

Pengumuman itu muncul setelah lonjakan harga bahan makanan pokok seperti gula, bawang, dan kentang. Antrean panjang juga terjadi di luar toko karena kekurangan barang-barang lain termasuk susu bubuk, minyak tanah, dan gas untuk memasak.

Departemen Sensus dan Statistik Sri Lanka mengatakan, kenaikan nilai tukar mata uang asing adalah salah satu alasan di balik kenaikan harga banyak barang penting selama setahun terakhir. Inflasi bulan ke bulan naik menjadi 6 persen pada bulan Agustus, terutama karena harga pangan yang tinggi, kata departemen tersebut.

Negara yang merupakan pengimpor bersih makanan dan komoditas lainnya ini menyaksikan lonjakan kasus virus corona dan kematian yang melanda pariwisata, salah satu penghasil mata uang asing utama negara itu. Sebagian sebagai akibat dari penurunan jumlah wisatawan, ekonomi Sri Lanka menyusut dengan rekor 3,6 persen tahun lalu.

Pada Maret tahun lalu, pemerintah memberlakukan larangan impor kendaraan dan barang-barang lainnya sebagai upaya untuk membendung arus keluar mata uang asing. Awal bulan ini, Sri Lanka menjadi negara pertama di kawasan itu yang menaikkan suku bunga dalam upaya menopang mata uangnya dan membantu meringankan tekanan inflasi akibat tingginya biaya impor. Sri Lanka saat ini berada di bawah jam malam 16 hari hingga Senin karena lonjakan kasus Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement