Selasa 24 Aug 2021 22:04 WIB

Kenapa Orang-orang Kaya Jual Rumah Saat Pandemi?

Mengubah portofolio investasi jadi salah satu alasan orang kaya ramai jual rumah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fuji Pratiwi
Rumah mewah (Ilustrasi). Penjualan properti mewah meningkat selama pandemi.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Rumah mewah (Ilustrasi). Penjualan properti mewah meningkat selama pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjualan properti mewah dengan nilai di atas Rp 1 miliar di wilayah Jabodebek dan Banten meningkat selama pandemi. 

Berdasarkan laman pencarian properti Lamudi, rumah-rumah mewah yang dijual di kawasan elit seperti Pondok Indah mencapai 2923 rumah, dengan harga tertingi Rp 1,2 triliun. Di kawasan Menteng terdapat sebanyak 1041 rumah yang dipasarkan di Lamudi, dengan harga tertinggi Rp Rp 499 miliar. Sementara rumah mewah yang dijual di kawasan Kemang mencapai 2442, dengan harga tertinggi Rp 230 miliar.

Baca Juga

Sementara itu di laman Rumah123, jumlah rumah mewah yang dijual di Pondok Indah berjumlah 7107 dengan harga tertinggi Rp 92 triliun, di Menteng berjumlah 3002 dengan harga tertinggi Rp 52 triliun, dan di Kemang berjumlah 5504 dengan harga tertinggi Rp 25 miliar.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengatakan, penjualan properti mewah ini bukan berarti orang-orang kaya terdampak krisis ekonomi selama pandemi. Tingkat pengeluaran kelompok masyarakat 20 persen paling atas justru meningkat selama pandemi.

"Kenapa orang kaya menjual asetnya? Pertama, karena mereka butuh aset yang lebih likuid," kata Bhima kepada Republika.co.id

Properti dianggap aset yang tidak likuid, khususnya dalam situasi krisis. Dalam situasi demikian, orang kaya banyak memegang dana tunai atau aset yang kebih mudah dicairkan.

Kedua, semakin banyak tren investasi yang menarik yang menjadi salah satu portfolio  baru bagi orang kaya. Misalnya, pada 2020 banyak yang beralih ke investasi emas, sehingga harga emas meningkat signifikan hingga Rp 1 juta per gram.

Kemudian ada tren cryptocurrency dan investasi yang saat ini berpindah ke saham-saham teknologi, karena beberapa unicorn melalukan IPO baik di dalam maupun luar negeri. Menurut Bhima, hal ini karena memang orang-orang kaya cenderung cepat melakukan pergantian asetnya. 

"Jadi aset-aset yang kurang likuid masuk ke dalam aset-aset yang keuntungannya relatif lebih tinggi," kata Bhima.

Bhima mengatakan, saat ini adalah momentum bagi orang kaya untuk mengubah portfolio investasinya. Hal itu disesuaikan dengan prospek ekonomi dan tingkat keuntungan juga risiko.

Berbeda dengan orang kaya karena warisan yang mewarisi rumah mewah, mereka cenderung menjual rumah mewah di saat pandemi karena tidak sanggup membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Akan tetapi, lebih banyak yang menjual asetnya untuk mengubah portfolio investasi, mengingat pasar properti butuh waktu lebih lama untuk tumbuh. 

Selain itu, rumah-rumah mewah di tempat-tempat yang harga propertinya sudah overvalue atau kemahalan perlu untuk segera dijual. Sebab, pemilik properti akan semakin susah untuk melikuidasinya di masa depan.

Selain untuk alasan investasi, kelompok masyarakat atas juga menjual aset-aset propertinya karena sebagian kecil juga ada yang pindah ke luar negeri. Contohnya, penerbangan ke AS sempat ramai karena orang-orang kaya Indonesia ingin mendapatkan vaksinasi yang lebih bagus di sana. Ada juga yang sementara waktu tinggal di negara yang relatif lebih aman atau dengan fasilitas kesehatan yang lebih bagus, seperti Singapura, Malaysia, dan AS.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement