Selasa 24 Aug 2021 17:27 WIB

Industri Rokok Dinilai Meraup Keuntungan Ganda dari Anak

Anak-anak disebut sudah ikut bekerja mengikat daun tembakau sejak usia lima tahun.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus raharjo
Petani memupuk tanaman tembakau menggunakan pupuk NPK dan ZA yang dilarutkan dengan air di Desa Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Jumat (13/8/2021). (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/SISWOWIDODO
Petani memupuk tanaman tembakau menggunakan pupuk NPK dan ZA yang dilarutkan dengan air di Desa Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Jumat (13/8/2021). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spesialis Riset dan Pengembangan Emancipate Indonesia, Nadya Noor Azalia menilai industri rokok tidak hanya menargetkan anak-anak. Industri rokok juga mendapatkan pasokan daun tembakau murah dari pekerja anak.

"Di hulu, industri rokok meraup keuntungan dari pasokan daun tembakau murah dari pekerja anak," kata Nadya, dalam paparan webinar yang diselenggarakan Yayasan Lentera Anak, Selasa (24/8).

Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, anak-anak sudah ikut bekerja untuk menggelantang atau mengikat daun tembakau sejak usia lima tahun. Bahkan, anak-anak sejak usia 2-3 tahun sudah dibiasakan untuk melihat orang tuanya bekerja di industri rokok.

"Dari responden kami, mereka saat wawancara ini dilakukan mereka masih SD. Mereka sudah melakukan pekerjaan tersebut sebelum mereka masuk SD," kata Nadya menambahkan.

Menurutnya, saat ini anak-anak ini memang tidak akan merasakan dampaknya terpapar tembakau saat ini. Namun, dalam jangka waktu lama, mungkin puluhan tahun, tembakau bisa mempengaruhi kesehatan mereka.

Pekerja anak ini dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor pertama yakni ekonomi, meliputi kondisi ekonomi petani yang tidak baik sehingga anak-anak terpaksa ikut bekerja. Ketidakpastian cuaca dan harga tembakau sangat berdampak pada kesejahteraan petani.

Faktor lainnya yakni tradisi. Nadya menjelaskan, anak-anak umumnya bekerja pada saat musim panen. Mereka terbiasa ikut orang tua meskipun secara cuma-cuma dan menganggap bekerja merupakan suatu tradisi.

Terkait hal ini, Nadya menyarankan agar pemerintah serta seluruh lembaga masyarakat menghentikan kerja sama dan afiliasi dengan industri rokok. Selain itu, perlu ada penolakan terkait iklan, promosi, dan sponsor dari perusahaan rokok.

"Negara selaku pemegang duty, wajib melaksanakan prinsip bisnis dan HAM serta memastikan akuntabilitas industri rokok terhadap pekerja anak," kata dia lagi.

Penegakkan hukum harus tetap dilakukan untuk mengendalikan aktivitas industri rokok demi menghapuskan pekerja anak. Lembaga pemerintah diminta mengakhiri kolaborasi dengan lembaga yang didanai oleh industri rokok.

Nadya menambahkan, masyarakat juga perlu membangun komitmen yang kuat untuk mengatasi eksploitasi pekerja anak. "Masyarakat perlu memprakarsai perubahan sikap untuk pemenuhan hak anak, termasuk untuk mencegah adanya pekerja anak," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement