REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor manufaktur Indonesia mengalami penurunan pada Juli di tengah kenaikan kasus Covid-19 yang menyebabkan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 dan pembatasan mobilitas lebih besar. IHS Markit mencatat, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia di posisi 40,1 pada bulan lalu.
Angka itu menurun dari PMI Manufaktur pada Juni yang mencapai 53,5. Menurun pula dari PMI Manufaktur Indonesia pada Mei yang menembus 55,3.
Data Juli menunjukkan kontraksi pertama pada sektor manufaktur Indonesia dalam sembilan bulan terakhir, dengan tingkat penurunan tercepat sejak Juni 2020. Menurut data terkini, output dan permintaan baru keduanya menurun pada laju tercepat sejak Mei 2020, sehingga mengakhiri rangkaian delapan bulan pertumbuhan.
Panelis menyoroti peningkatan gangguan berasal dari gelombang kedua Covid. Hal itu menghambat produksi dan permintaan.
"Gelombang kedua COVID-19 dengan keras dan cepat menghantam sektor manufaktur Indonesia pada Juli. Menurut survei PMI IHS Markit, menyebabkan indeks output dan permintaan baru turun jauh ke wilayah kontraksi," ujar Direktur Asosiasi Ekonomi di IHS Markit Jingyi Pan melalui keterangan resmi, Senin (2/8).
Selain gangguan permintaan dan output, lanjutnya, kendala pasokan dan tekanan harga perusahaan manufaktur Indonesia juga semakin parah. “Ketidakpastian yang terus meningkat juga menyebabkan
perusahaan di sektor manufaktur melakukan PHK pada laju tercepat sejak Juni 2020, meski kabar baiknya adalah mungkin ini akan berjalan sementara di tengah pembatasan PPKM Level 4," tuturnya.
Secara keseluruhan, kata dia, perusahaan manufaktur bertahan positif terkait input masa depan meski gangguan Covid-19 semakin parah. "Ini membawa harapan pemulihan dan kemungkinan perbaikan dari permintaan yang tertunda," jelas Jingyi.