Rabu 26 May 2021 09:34 WIB

Abaikan Instruksi Presiden, Rakyat Indonesia Kena Prank

Jika penghentian 51 pegawai KPK tak dibatalkan, pernyataan Presiden basa-basi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Joko Sadewo
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyebut rakyat Indonesia kena prank lagi. (foto ilustrasi)
Foto: Republika/Febryan.A
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyebut rakyat Indonesia kena prank lagi. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 51 dari 75 staf Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diberhentikan. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, mengatakan, keputusan tersebut menambah catatan prank pemerintah terhadap rakyat Indonesia.

"Setidaknya telah terjadi dua kali prank pemerintah atas KPK: revisi UU KPK dan TWK staf KPK. Prank lain adalah revisi UU ITE yang belum tampak perkembangan signifikannya, hingga hari ini," kata Ray dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/5).

Dia menilai, Badan Kepegawaian Negara (BKN), khususnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), tidak melaksanakan instruksi presiden. Padahal, instruksi presiden dinilai terang dan sangat mudah dipahami.

"Maka, jika kenyataannya hanya 24 orang yang dinyatakan lolos, artinya instruksi presiden diabaikan dengan kasat mata," ujarnya.

Ray berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi teguran dan sanksi keras dan tegas kepada BKN dan Kemenpan-RB. Ia juga meminta Presiden Jokowi membatalkan surat keputusan yang menetapkan 51 pegawai KPK yang baru saja dinyatakan diberhentikan KPK dan BKN. "Presiden memiliki kewenangan penuh untuk membatalkan itu," ucapnya.

Namun, menurut dia, jika Presiden tidak mengambil tindakan apa pun, khususnya pembatalan SK baru pemberhentian 51 pegawai KPK yang dimaksud, tentu pernyataan Presiden tanggal 17 Mei lalu hanya basa-basi. Pernyataan itu diduga hanya sekadar mengerem kritik publik atas hasil TWK yang dimaksud, tanpa ada keinginan yang sesungguhnya untuk menyelamatkan pegawai KPK, seperti amanah Mahkamah Konstitusi (MK). "Kami capek di-prank, pak Presiden!" ujar mantan aktivis 1998 itu menegaskan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement