Jumat 21 May 2021 07:46 WIB

KNEKS: Pembiayaan Syariah Mampu Bersaing dengan Konvensional

Tingkat margin pembiayaan bank syariah saat ini sudah jauh membaik.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menegaskan pembiayaan di perbankan syariah mampu bersaing dengan perbankan konvensional. Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS, Sutan Emir Hidayat, menyampaikan tingkat margin pembiayaan bank syariah saat ini sudah jauh membaik. 

Bahkan, bank besar seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) dinilai sudah mampu bersaing dengan bank kenvensional dalam hal tingkat margin. "Perlu dilihat lagi. Tingkat margin perbankan syariah saat ini sudah kompetitif terutama di bank besar," kata Sutan, Kamis (20/5). 

Terkait masih adanya pembiayaan di bank syariah yang mahal, menurut Sutan, hal tersebut bukan karena aspek syariah. Biaya dana bank syariah menjadi lebih mahal karena disebabkan aspek ekonominya seperti ukuran dari bank syariah dan struktur dana pihak ketiga bank syariah yang mungkin masih banyak berasal dari dana-dana mahal seperti deposito. 

Baru-baru ini, Ustaz Yusuf Mansur (UYM) yang juga investor saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mengkritik perbankan syariah yang masih menawarkan pembiayaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan perbankan konvensional. 

Hal ini dinilai menyebabkan pembiayaan di perbankan syariah sulit untuk diakses oleh masyarakat luas. Padahal bank syariah harusnya bisa menyentuh lapisan masyarakat bawah. 

"Ini baru permulaan, saya mau buka mahalnya pembiayaan dibandingkan konvensional, biar masyarakat melek," kata dia dalam keterangan lewat akun Instagram, @yusufmansurnew.

Emir tak mau mengomentari pernyataan Yusuf Mansur tersebut secara langsung. Namun, di luar itu masih banyak ulama yang menganjurkan untuk mendukung perbankan syariah. 

“Bagaimanapun bank adalah entitas yang sangat penting dalam perekonomian namun yang kurang sesuai dari bank konvensional adalah mode operasinya yang mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh syariah. Oleh karena itu, yang perlu diubah adalah mode operasi banknya. Itulah alasan kenapa muncul bank syariah di dunia," sebutnya. 

"Lagi pula, kata mahal merupakan deskripsi yang sempit dalam menilai kinerja bank syariah. Kita memilih bank syariah untuk menghindari riba dan unsur-unsur lain yang dilarang syariah. Itu bagian dari syariat Islam. Pilihan kita mesti sesuatu yang baik menurut kacamata Allah SWT. Itu yang harusnya menjadi perhatian utama dalam memilih bank syariah," imbuh Emir.

Kendati demikian, Emir tak menampik beberapa bank syariah kecil masih berupaya untuk menurunkan margin pembiayaannya dengan meningkatkan rasio dana murah terutama dana giro dan dana tabungan. 

Bank-bank syariah tersebut, menurut Emir, terus mengajak banyak masyarakat yang belum terlayani untuk ikut menabung di bank syariah. Diharapkan dengan semakin banyaknya masyarakat yang menabung di bank syariah, maka bank syariah tersebut bisa mencapai economies of scale sehingga dapat memberikan pembiayaan dengan harga yang kompetitif.

"Nah dalam hal ini juga lah, peran masyarakat yang harus mendukung bank syariah dengan menabung di bank syariah. Bahkan, Kementerian BUMN sudah memfasilitasi pilihan karyawan BUMN untuk mendapatkan gaji melalui bank syariah," katanya. 

Emir memaparkan menabung di perbankan syariah memiliki perbedaan yang signifikan dengan perbankan konvensional, dimana tidak ada yang namanya bunga. Akan tetapi lebih menggunakan bagi hasil. Dalam hal ini, akad yang dimaksud adalah akad mudharabah. Dimana akad tersebut merupakan perjanjian kerja sama antara shohibul mal atau nasabah dengan mudharib atau pihak bank. Pada akad ini, nasabah sebagai penyedia uang dan pihak bank sebagai pengelola uang.

Pembiayaan di bank syariah juga tidak menggunakan akad pinjaman berbasis bunga, namun menggunakan akad jual beli, sewa, dan akad-akad fikih muammalah lainnya.

"Kan saya ada jualan nih, jual beli barang Rp 3.000 dijual Rp 5.000, yang Rp 2.000 kita sebut apa? Keuntungan. Walau pun sama sama tambahan. Kalau saya pinjamin Rp 3.000, kemudian saya minta jadi Rp 5.000 yang Rp 2.000 itu namanya bunga. Tapi kalau saya jual barang nya dari Rp 3.000 ke Rp 5.000, apakah dua ribunya disebut bunga? Kalau dalam keseharian kita bukan bunga. Nah sama kalau bank syariah, walaupun dia bank, dia itu tidak memberikan pinjaman, dia itu melakukan jual beli Murabahah, kalau di bank syariah itu ada akad,” papar Emir.

Dia mengaku sangat menyayangkan saat ini masih banyak masyarakat yang belum memahami sistem perbankan syariah. Artinya literasi tentang perbankan syariah masih menjadi pekerjaan rumah bersama. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement