REPUBLIKA.CO.ID, KALIFORNIA -- Perusahaan berbagi tumpangan Uber harus membayar penumpang buta sebanyak 1,1 juta dolar AS atau sekitar Rp 15,95 miliar (kurs Rp 14.500 per dolar AS). Hal itu menyusul klaim diskriminasi pengemudinya secara tidak sah menolak tumpangannya pada 14 kesempatan.
Seorang Arbitrator memutuskan hal tersebut pada Kamis (1/4) lalu. Arbiter ini menolak posisi perusahaan tidak bertanggung jawab atas perilaku pengemudi mengingat status mereka sebagai kontraktor.
Penduduk wilayah Teluk San Francisco Lisa Irving yang buta dan menggunakan anjing pemandu, membuat klaim terhadap Uber pada 2018. Ia mengaku ditolak naik kendaraan atau dilecehkan oleh pengemudi Uber yang tidak ingin membawanya dengan anjing pemandu.
Akibatnya, Irving terdampar hingga larut malam. Sehingga membuatnya terlambat bekerja kemudian dipecat.
Dua kali, kata Irving, pengemudi menggertak dan melecehkannya. Perilaku diskriminatif pengemudi terus berlanjut, meski dia telah mengeluh ke Uber.
"Dari semua orang Amerika yang harus dibebaskan oleh revolusi rideshare. Orang buta dan tunanetra termasuk di antara mereka yang paling diuntungkan," ujar salah satu pengacara Irving Catherine Cabalo seperti dilansir The Guardian pada Sabtu (3/4).
Hanya saja, lanjut dia, rekam jejak layanan transportasi online utama sangat buruk dan sangat diskriminatif. "Intinya adalah, berdasarkan Undang-Undang Penyandang Disablitas Amerika, anjing penuntun harus dapat pergi ke mana pun yang dapat dituju oleh orang buta," ujar Cabalo.
Uber dilaporkan, sangat tidak setuju dengan keputusan arbiter tersebut. "Kami bangga teknologi Uber telah membantu orang-orang yang buta menemukan dan mendapatkan tumpangan. Pengemudi yang menggunakan aplikasi Uber diharapkan melayani pengendara dengan hewan pemandu dan mematuhi aksesibilitas serta undang-undang lainnya, dan kami secara teratur memberikan pendidikan kepada pengemudi tentang tanggung jawab tersebut. Tim kami yang berdedikasi memeriksa setiap keluhan dan mengambil tindakan yang sesuai,” kata juru bicara Uber dalam sebuah pernyataan.
Arbiter memutuskan, staf Uber yang menyelidiki tuduhan diskriminasi telah dilatih melatih pengemudi menemukan alasan nondiskriminatif. Undang-undang Penyandang Disabilitas Amerika melarang bisnis transportasi yang diatur oleh undang-undang ini melarang pengangkutan orang dengan anjing pemandu.