REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembiayaan kesehatan saat ini masih menjadi tantangan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Chief of Party USAID Health Financing Activity (HFA) Profesor Hasbullah Thabrany menilai, saat ini pendanaan masih sangat minim.
“Meskipun Program JKN telah secara signifikan meningkatkan akses layanan kesehatan di faskes milik pemerintah maupun milik swasta, namun masih banyak tantangan di lapangan. Program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) juga belum mendapat pendanaan yang memadai,” kata Hasbullah, saat pertemuan dengan Direksi BPJS Kesehatan dengan USAID-HFA, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (24/3).
Hasbullah juga mengungkapkan belanja kesehatan out of pocket dari penduduk Indonesia masih tinggi, yaitu 31,8 persen belanja kesehatan total tahun 2017. Sementara benchmark WHO adalah maksimal 20 persen. Total belanja kesehatan per kapita Indonesia di Asia Tenggara juga masih rendah, hanya unggul dari Kamboja, Myanmar, dan Laos, yang merupakan negara-negara dengan pendapatan nasional per kapita jauh di bawah Indonesia.
Hasbullah menambahkan, saat ini pemerintah Indonesia terus berupaya mempertahankan dan meningkatkan efisiensi dalam pembiayaan kesehatan dalam rangka meningkatkan perlindungan keuangan, akses yang merata ke layanan kesehatan yang berkualitas, dan hasil kesehatan. Khususnya dalam program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak/bayi baru lahir (KIA), Tuberkulosis, dan HIV.
“Untuk itu dalam Program JKN juga perlu mengembangkan model belanja kesehatan strategis dimulai pada area-area layanan seperti kesehatan ibu dan anak (KIA), tuberkulosis (TB), dan HIV,” ujarnya.