REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Global Islamic Fintech Report 2021 yang dirilis Dinar Standard pekan lalu menempatkan Indonesia di peringkat keempat dari 64 negara. Malaysia berada di peringkat pertama, kedua Arab Saudi, ketiga Uni Emirat Arab, dan kelima Inggris.
Dari penilaian di laporan itu, sisi regulasi dan market share keuangan syariah jadi sektor yang masih punya ruang untuk diperbaiki. Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Wijaya menanggapi belum sepenuhnya setuju dengan penilaian tersebut.
"Dari segi keuangan syariah memang Malaysia dan Timur Tengah masih bisa lebih unggul, tapi dari sisi fintech syariah jumlah player Indonesia masih lebih banyak," katanya pada Republika.co.id, Selasa (23/3).
Malaysia merupakan negara berbasis keuangan syariah. Sementara di Timur Tengah, meski merupakan negara mayoritas dalam keuangan syariah, ekspansi finteknya dinilai belum merata signifikan, baik dari segi regulasi maupun penetrasi.
Ronald meyakini bahwa industri fintech Indonesia masih lebih unggul. Apalagi, pertumbuhannya cukup signifikan di tengah pandemi Covid-19. Meski di sisi lain, ada beberapa bisnis fintech syariah yang akhirnya tidak bisa bertahan.
"Inggris sempat mengungguli Indonesia dalam jumlah player fintech syariah di masa pandemi ini, sementara kita ada yang ditarik izinnya karena sektornya tidak berkembang saat pandemi," kata CEO Ethis ini.