Senin 15 Mar 2021 07:27 WIB

Dividen dan Uang Jual Saham Bir Sama-Sama Haram, Pilih Mana?

Menjual saham PT Delta Djakarta adalah janji Anies pada Pilkada DKI 2017.

Minuman beralkohol jenis bir berbagai merek dalam lemari pendingin. (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Minuman beralkohol jenis bir berbagai merek dalam lemari pendingin. (ilustrasi)

Oleh : Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta pada Pilgub DKI 2017 Anies Baswedan satu per satu mencoba mewujudkan janji-janji kampanyenya. Beberapa mulai terealisasi seperti pembangunan Jakarta International Stadium, penyetopan proyek reklamasi Teluk Jakarta, hingga penutupan Hotel Alexis.

Satu janji kampanye Anies yang belum terealisasi dan belakangan kembali hangat menjadi konsumsi pemberitaan media massa, yakni penjualan saham yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta. Diketahui, PT Delta Djakarta adalah produsen minuman keras jenis bir yang oleh Anies pada masa kampanyenya dulu mesti dijual karena kepemimpinannya hanya akan mencari pendapatan yang berasal dari uang halal dan berkah.

Untuk merealisasikan janji kampanye penjualan saham Delta, dibuatlah Perda Nomor 1 Tahun 2018 yang di dalamnya termaktub RPJMD 2017-2022. Dalam rencana pembangunan Jakarta, Pemprov DKI Jakarta harus melakukan restrukturisasi BUMD berupa divestasi terhadap kepemilikan saham di badan usaha yang tidak relevan dengan arah pembangunan DKI Jakarta. Saham-saham DKI di PT Delta dinilai tidak relevan dengan arah pembangunan Jakarta karena miras dinilai tidak berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat.

Anies boleh berjanji dalam kampanyenya, Pemprov DKI pun lalu merancang strategi pelepasan saham di PT Delta. Namun, realisasinya tidak semudah membalik telapak tangan karena persetujuan dewan atau DPRD DKI adalah amanat dari undang-undang. Diketahui, dalam Pasal 24 Ayat 6 UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah Daerah dapat menjual sahamnya di badan usaha setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD.

Restu dari DPRD DKI Jakarta inilah yang saat ini menjadi hambatan utama rencana penjualan saham DKI di PT Delta. Apalagi, Ketua DPRD Jakarta Prasetyo Edi Marsudi telah berkali-kali menegaskan dia tidak akan menyetujui upaya Pemprov DKI menjual saham di PT Delta Djakarta. Keteguhan sikap Prasetyo ini pun berujung pada sulitnya DPRD mengagendakan pembahasan bersama antara pemprov dan dewan soal penjualan saham bir tersebut.

Pemprov DKI Jakarta dikabarkan telah mengajukan surat pengajuan persetujuan penjualan saham tersebut sebanyak empat kali kepada DPRD DKI Jakarta. Yakni, pada Maret 2018, Januari 2019, Mei 2020, dan yang terakhir ini pada Maret 2021, sepertinya juga akan kandas.

Prasetyo menyatakan, tidak ada urusan dengan halal-haram atau soal agama dalam hal kepemilikan saham DKI di PT Delta. Hal yang pasti, menurut dia, PT Delta menyumbang dividen ke komponen Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dalam APBD DKI Jakarta, yang nilainya, khusus 2019 saja, mencapai Rp 100,4 miliar. Jumlah itu adalah terbesar kedua setelah dividen Bank DKI.

Berdasarkan data Badan Pembina Badan Usaha Milik Daerah (BPBUMD) DKI Jakarta, pemprov saat ini memiliki saham 210.200.700 lembar saham atau setara dengan 26,25 persen di PT Delta Djakarta. Saham itu adalah hibah dari pemerintah pusat pada 1970.

Ihwal pendapatan PT Delta, pada 2017 sebesar Rp 777,3 miliar, 2018 sebesar Rp 893,0 miliar, dan 2019 sebesar Rp 827,1 miliar. Sementara, untuk laba usaha pada 2017 sebesar Rp 331,6 miliar, 2018 sebesar Rp 396,6 miliar, dan 2019 Rp 361,8 miliar.

Plt Kepala BPBUMD DKI Jakarta Riyadi menjelaskan, jika berdasarkan asumsi, dengan kepemilikan saham sebanyak 26,25 persen di PT Delta Djakarta dan mengacu pada harga saham di pasar modal saat ini sekira Rp 3.800 per lembar, artinya Pemprov DKI Jakarta memiliki total nilai saham hampir Rp 800 miliar. Sementara itu, dia mengomparasikan rata-rata dividen yang diperoleh Pemprov DKI Jakarta dari PT Delta Djakarta hanya sebesar Rp 50 miliar per tahun.

Angka yang diperoleh dari penjualan saham, kata dia, bisa digunakan untuk berbagai bentuk pembangunan. Baik untuk sekolah, pelayanan kesehatan, maupun sambungan air bersih yang lebih banyak dibandingkan dengan hanya memperoleh dividen saham.

"Dengan dana Rp 800 miliar kita dapat hari ini, bisa bangun sekolah misal satu sekolah Rp 20 miliar, maka bisa bangun 40 sekolah, misal bangun RS dengan nilai investasi Rp 150 miliar bisa bangun lima RS, bisa juga untuk sambungan air bersih di mana satu sambungan investasinya Rp 10 juta, bisa dibangun 80 ribu sambungan air bersih," kata Riyadi.

Dari kacamata bisnis atau keekonomian, baik dividen maupun uang hasil jual saham, sebenarnya sama-sama haram. Dengan demikian, bagi para ekonom, pemenuhan janji kampanye Anies menjadi tidaklah urgen. Hal yang perlu dicermati para pemangku kepentingan di DKI Jakarta adalah lebih menguntungkan mana antara menjual saham atau tetap menerima dividen tahunan dari kepemilikan saham bir DKI di PT Delta Djakarta.

*penulis adalah jurnalis Republika.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement