Ahad 14 Mar 2021 05:47 WIB

DKI Disarankan Bandingkan Untung Deviden dan Jual Saham Bir

Penjualan saham Pemprov DKI di PT Delta harus sesuai dengan pertimbangan bisnis.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Andri Saubani
Minuman beralkohol jenis bir berbagai merek dalam lemari pendingin. (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Minuman beralkohol jenis bir berbagai merek dalam lemari pendingin. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjual kepemilikan sahamnya di perusahaan produsen minuman keras (miras) PT Delta Djakarta menuai polemik. Saat ini, DPRD DKI Jakarta masih belum menyetujui rencana tersebut.

Berbagai pihak mendukung Pemprov DKI untuk melakukan hal tersebut, karena selain dinilai haram, deviden yang diterima oleh DKI juga dinilai tidak cukup besar. Menurut analis saham, Reza Priyambada, penjualan kepemilikan saham Pemprov DKI di PT Delta harusnya telah sesuai dengan pertimbangan bisnisnya.

Baca Juga

"Sahamnya memang memberikan deviden ke DKI, tapi apakah dijual lebih menguntungkan? Dapat deviden atau dijual juga sama-sama haram dari segi agama, jadi lebih untung yang mana," ujar Reza kepada Republika, Sabtu (13/3).

Kepemilikan saham DKI di PT Delta Djakarta adalah sekitar 26,25 persen, dan berdasarkan laporan keuangan pada 2019, deviden yang diterima oleh Pemprov DKI adalah sekitar 390 per lembar saham. Dengan jumlah saham yang dimiliki DKI sebanyak 210.200.700 lembar, maka didapatkan angka deviden Rp 81,97 miliar.

Menurut Reza, selama masih memiliki pangsa pasar miras, perusahaan tersebut tentunya masih akan menyumbang deviden kepada pemegang saham. Selain itu, perusahaan tersebut juga memberikan lapangan pekerjaan bagi warga Jakarta.

Kendati begitu, sisi negatifnya masih ada, sehingga pilihan DKI untuk menjual sahamnya dapat dinilai tepat jika keuntungannya justru lebih besar.

Akan tetapi, penjualan saham PT Delta ini masih terganjal di DPRD DKI Jakarta. Menurut Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, perusahaan miras tersebut adalah penyumbang deviden kedua terbesar ke Komponen Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dalam APBD tahun 2019 DKI Jakarta. Jumlah devidennya yakni sebesar Rp 100,4 miliar.

"Posisi itu merupakan kedua sebagai penyumbang deviden terbesar ke DKI Jakarta setelah Bank DKI sebesar Rp 240 miliar," kata Prasetyo Edi.

Sementara itu, Pemprov DKI menilai angka tersebut terlalu kecil dibandingkan sisi negatifnya. Plt Kepala Badan Pembinaan BUMD DKI Jakarta Riyadi menjelaskan, jika berdasarkan asumsi, dengan kepemilikan saham sebanyak 26,25 persen di PT Delta Djakarta dan mengacu pada harga saham di pasar modal saat ini sekitar Rp 3.800 per lembar, artinya Pemprov DKI Jakarta memiliki saham hampir Rp 800 miliar.

Sementara itu, dia mengomparasikan rata-rata dividen yang diperoleh Pemprov DKI Jakarta dari PT Delta Djakarta hanya sebesar Rp 50 miliar per tahun.

Angka yang diperoleh dari penjualan saham, kata dia, bisa digunakan untuk berbagai bentuk pembangunan. Baik untuk sekolah, pelayanan kesehatan, maupun sambungan air bersih yang lebih banyak dibandingkan dengan hanya memperoleh dividen saham.

"Dengan dana Rp 800 miliar kita dapat hari ini, bisa bangun sekolah misal satu sekolah Rp 20 miliar, maka bisa bangun 40 sekolah, misal bangun RS dengan nilai investasi Rp 150 miliar bisa bangun lima RS, bisa juga untuk sambungan air bersih dimana satu sambungan investasinya Rp 10 juta, bisa dibangun 80 ribu sambungan air bersih," jelas Riyadi.

photo
Pemprov DKI melepas sahamnya di perusahaan bir - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement