Jumat 12 Mar 2021 15:54 WIB

Kenaikan HET Pupuk Subsidi Dinilai Logis

Distribusi pupuk bersubsidi sebaiknya melibatkan Bumdes dan kelompok tani.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Hiru Muhammad
PT Pupuk Indonesia (Persero) berupaya optimal untuk mempercepat dan menjaga kelancaran distribusi pupuk guna mengantisipasi kebutuhan para petani memasuki masa tanam awal tahun ini. Termasuk berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk penerbitan SK penyaluran pupuk bersubsidi.
Foto: Pupuk Indonesia
PT Pupuk Indonesia (Persero) berupaya optimal untuk mempercepat dan menjaga kelancaran distribusi pupuk guna mengantisipasi kebutuhan para petani memasuki masa tanam awal tahun ini. Termasuk berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk penerbitan SK penyaluran pupuk bersubsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Kementerian Pertanian resmi menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar Rp 300 hingga Rp 450 per kilogram. Kenaikkan dilakukan seiring terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 49 tahun 2020, tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.

Pengamat Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang Mangku Purnomo mengatakan, kenaikan HET pupuk bersubsidi tersebut sangat logis. Ia hanya menyarankan adanya pembenahan terkait pola pemberian subsidi yang selama ini diberikan melalui cara input.

"Sudah harus ditinjau ulang siapa yang diuntungkan dengan pola selama ini? Petani bilang tidak, pabrik tidak, distributor tidak. Jika mau reformasi didistribusi ini yang perlu dibenahi," kata dia dikonfirmasi Jumat (12/3).

Selanjutnya, kata Purnomo, Distribusi pupuk harus diperluas hingga lini empat. Artinya, kata dia, distribusi pupuk bersubsidi sebaiknya melibatkan Bumdes dan kelompok tani.

"Bumdes mustinya dilibatkan, juga kelompok tani. Saat ini kurang tepat. Jika kelompok tani dan Bumdes dilibatkan akan lebih baik," ujarnya.

Ketua Umum DPN Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani), Satrio Damardjati menyatakan, sangat wajar jika BUMN di sektor pupuk diuntungkan akibat naiknya Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Menurutnya, asal kenaikkan HET pupuk bersubsidi tersebut tidak justru menguntungkan mafia.

"Yang diuntungkan mungkin dari BUMN wajar, karena itu badan usaha milik negara ya harus untung. Jangan sampai dengan naiknya HET pupuk bersubsidi tersebut justru yang diuntungkan adalah mafia pupuk," ujarnya. 

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Satrio memberikan solusi di segi pendataan. Dirinya berharap adanya big data pangan yang mencatat hulu hingga hilir produktivitas pertanian. "Yang harus dilakukan pemerintah adalah membangun Big Data Pangan Nasional agar tepat sasaran. Karena big data pangan nasional itu kan dari hulu ke hilir. Kalau itu terjadi kita mau bicara mafia pangan, kalu kita mau bicara mafia pupuk selesai, itu sudah terdata semua," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement