REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) meminta agar moratorium untuk pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar tak berlaku pada ABK kapal. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo menilai moratorium ini akan semakin memperparah kondisi ABK yang saat ini masih berada di atas kapal.
"Pada tahun lalu ketika Menaker mengeluarkan Kepmenaker nomor 151 yang menghentikan sementara pengiriman pekerja ke luar negeri, kami dari Kemenko Marves meminta agar dikecualikan khusus untuk pelaut," ujar Basilio dalam konferensi pers, Rabu (17/2).
Basilio menjelaskan menurut data ILO ada 400 ribu pelaut asal Indonesia yang bekerja di kapal niaga maupun kapal perikanan. Sayangnya, selama pandemi ini 400 ribu pelaut ini tertahan di atas kapal.
"Ada 400 ribu pelaut yang tertahan diatas kapal-kapal dan tidak bisa turun, karena hampir semua negara tidak melayani turun naiknya pelaut," ujar Basilio.
Ia menjelaskan pemerintah melihat saat ini Indonesia merupakan suplier terbesar ABK kapal di dunia. Mengingat kondisi tersebut, tidak mungkin bagi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan morotarium tersebut. "Kalau kita tidak mengambil langkah itu maka akan banyak permasalahan terjadi di atas kapal," ujar Basilio.
Ia mengatakan mestinya para ABK kapal tersebut maksimal bekerja diatas kapal selama 12 bulan. Faktanya, dari 400 ribu pelaut tersebut saat ini sudah bekerja diatas kapal lebih dari 12 bulan.
"Dengan demikian, pasti banyak yang stress, akhirnya ribut, dan kalau kita sering dengar warga negara kita juga menjadi korban. Maka kami dari Kemenko Marves mendorong untuk tidak ada moratorium untuk pekerja kita," ujar Basilio.