Kamis 04 Feb 2021 15:36 WIB

Daripada Dinar Dirham, Mata Uang Kripto Dinilai Lebih Bahaya

Uang kripto dapat mengganggu kestabilan ekonomi jika tak diatur regulasi ketat.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Transaksi menggunakan dinar dan dirham (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Transaksi menggunakan dinar dan dirham (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan dinar dirham kembali diperdebatkan dan mengusik mata uang lain yang lebih kekinian, seperti mata uang kripto. Pengamat Ekonomi Syariah, IPB University menyampaikan mata uang kripto ini lebih berbahaya dan bisa berpengaruh sistemik jika benar-benar digunakan.

"Ini karena mata uang kripto itu secara mata uang pun dia tidak stabil, padahal kan sebuah mata uang itu perlu stabil," katanya pada Republika.co.id, Kamis (4/2).

Baca Juga

Nilainya yang naik turun secara drastis membuatnya tidak stabil jika digunakan sebagai mata uang. Maka jika uang kripto diperlakukan sebagai mata uang, menurutnya, akan sangat mengganggu kestabilan ekonomi.

Hal tersebut menurutnya yang membuat Bank Indonesia juga hingga sekarang tidak mengakui kripto sebagai mata uang. Ini karena jika tidak dikelola atau diatur secara sangat ketat oleh regulasi maka akan mengganggu keseimbangan perekonomian.

 

Ia mencontohkan, ketika sebuah rumah dinilai dengan kripto, pada satu hari akan bernilai satu koin kripto, keesokan harinya bisa setengah ataupun dua koin. Ketidakstabilan harga yang drastis membuatnya berpotensi penggelembungan aset yang luar biasa.

"Secara dirinya sendiri, mata uang kripto tidak stabil, dan itu bahaya untuk sistem keuangan," katanya.

Ketidakstabilan tersebut membawa pada kerentanan stabilitas. Padahal secara alami, mata uang harus bersifat stabil. Pada banyak negara pun, praktek jual beli dengan mata uang kripto telah dilarang karena mengganggu stabilitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement