REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk membukukan laba bersih senilai Rp 3,3 triliun sepanjang 2020. Adapun realisasi ini turun 78,54 persen dari 2019 sebesar Rp 15,38 triliun.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan perseroan berupaya melakukan adaptasi di tengah pandemi Covid-19. “Sepanjang tahun lalu kami memacu diri agar tahun ini menjadi lebih baik melalui lompatan bisnis. Langkah yang kami lakukan dapat hasil menggembirakan, pemulihan lebih cepat terwujud,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Jumat (29/1).
Berdasarkan paparan analyst meeting kinerja BNI 2020 tercatat non performing loan (NPL) Coverage Ratio level 182,4 persen atau lebih tinggi dari 2020 hanya 133,5 persen. Hal tersebut dirasa menjadi senjata ampuh perbankan untuk mengantisipasi perpanjangan restrukturisasi kredit.
Dari sisi lain, pertumbuhan positif tercatat pada penyaluran kredit sebesar 5,3 persen (yoy) atau lebih tinggi dari pertumbuhan industri perbankan nasional yang terkontraksi minus 2,41 persen. BNI tercatat telah menyalurkan kredit sebesar Rp 586,21 triliun atau naik dari capaian 2019 yang hanya Rp 556,77 triliun.
Sedangkan himpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh tinggi sebesar 10,6 (yoy) dari Rp 614,31 triliun menjadi Rp 679,45 triliun. Dari segi aset, BNI mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,4 persen yoy dimana aset BNI hingga akhir 2020 telah mencapai Rp 891,34 triliun.
Sementara Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menambahkan penyaluran kredit disalurkan 2020 sebesar Rp 586,2 triliun atau naik 5,3 persen. Adapun net interest margin (NIM ) level 4,5 persen melalui manajemen biaya dana efektif.
Kemudian biaya dana terus mengalami perbaikan terutama pada kuartal empat 2020, membaik 60 bps (basis poin) dari sebelumnya, sehingga COF turun jadi 2,6 persen dibanding tahun lalu sebesar 3,2 persen
"Di tengah kondisi perekonomian, merealisasikan fee based income Rp 11,9 triliun, naik 4,5 persen dibanding periode sama 2019. Biaya efisiensi operasional tumbuh 2,2 persen,” ucapnya.