REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Analis dan Pemerhati Pasar Modal, Toto Murdiono angkat bicara terkait pengelolaan dana yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) di bursa saham. Menurutnya apa yang dilakukan BPJAMSOSTEK merupakan bentuk kehati-hatian. “Sebagai mitigasi risiko, menempatkan saham di LQ45 adalah sebuah tindakan kehati - hatian," ungkap Toto.
Namun, saham-saham LQ45 juga akan mengalami stagnasi harga bahkan penurunan yang disebabkan oleh faktor fundamental, sentimen pasar serta makro ekonomi yang mempengaruhinya.
“Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 57,10 poin atau 0,95 persen ke 5.979,07 pada akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2020. Dengan penurunan tersebut, IHSG mengakumulasi penurunan 5,09 persen sepanjang 2020,”
tegas pria yang malang melintang di beberapa perusahaan sekuritas di Jakarta tersebut.
LQ45, tambah Toto, merupakan indeks sekumpulan saham dari perusahaan yang terpilih berdasarkan kriteria tertentu. Antara lain, memiliki nilai transaksi 60 terbesar selama 12 bulan terakhir di pasar regular Bursa Efek Indonesia, memiliki kinerja keuangan yang baik, dan potensi pertumbuhan usaha yang baik. Sehingga melihat profil yang masuk di index LQ45, seharusnya dapat dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut secara fundamental tergolong baik.
“Para analis pasar modal pasti sudah terbiasa membedah 6 rasio dasar setiap perusahaan seperti EPS, PER, PBV, ROE, DER, Dividen Yield. Namun harus dipahami juga bahwa pergerakan saham di Bursa Efek tidak melulu tentang fundamental. Ada faktor sentimen pasar yang irasional, namun justru sangat mempengaruhi fluktuasi harga sahamnya. Jadi, bisa saja saham LQ45 secara fundamental baik, tetapi tidak menarik para investor sehingga harganya tidak kunjung meningkat,” tuturnya lagi.
Disinggung mengenai instansi pemerintah atau badan hukum publik yang menggunakan saham jenis LQ45, dirinya memaparkan, tidak ada investasi yang 100 persen aman. “Saya harus mengatakan bahwa tidak ada investasi yang 100 persen aman. Dalam sejarah pasar modal, ada banyak perusahaan yang sebelumnya masuk ke dalam indeks LQ45 namun harus dikeluarkan dari daftar karena kinerjanya menurun dan tidak memenuhi kriteria lagi. Adapun unrealized loss disebabkan karena harga pembelian lebih besar dari harga pasar saat ini Wajar atau tidaknya sangat tergantung dari beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal,” papar dia.
Faktor internal, sambung Toto, adalah proses dan latar belakang dari pembelian saham tersebut. Apakah sudah dilakukan kajian yang mendalam terhadap kinerja perusahaan target, sehingga harga pembelian sudah sesuai dengan kondisi saat itu dan memiliki potensi untuk mengalami kenaikan dalam kurun waktu tertentu di masa depan.
Sementara faktor eksternal adalah trend dari harga saham secara umum atau sektor industri terkait. Disamping faktor makro seperti kebijakan pemerintah, harga komoditi dunia, nilai tukar valas dan sebagainya, turut mempengaruhi naik turunnya harga saham.
Toto bahkan menjelaskan lebih gamblang, menyebut unrealized loss sebagai “rugi buku”. Kalau dinilai berdasarkan nilai pasar pada tanggal neraca perusahaan, maka secara buku perusahaan itu menderita kerugian yang belum di realisasi. Perusahaan akan benar-benar rugi pada saat saham yang dimilikinya dijual pada harga yang lebih rendah dari harga pembeliannya.
Dirinya menilai, kapitalisasi pasar di BEI saat ini berkisar Rp 7000 triliun. Sedangkan nilai transaksi harian di BEI sekitar Rp 18 triliun. Dengan demikian jika BPJAMSOSTEK akan keluar dari pasar saham pasti akan sangat mempengaruhi likuiditas pasar modal.
"Mungkin bisa menjadi sentimen buruk buat perkembangan pasar modal Indonesia. Jika melihat dana sekarang di saham dan reksadana milik BPJAMSOSTEK sekitar Rp 150 triliun," tandasnya.