REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pengetatan pembatasan sosial yang kembali diberlakukan di beberapa daerah di Jawa dan Bali mulai pekan depan akan berdampak terhadap ekonomi. Hanya saja, ia belum bisa menyebutkan dampaknya secara detail karena membutuhkan beberapa perhitungan.
Proyeksi tersebut berkaca dari efek kontraksi pertumbuhan ekonomi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilakukan pertama kali secara sangat ketat. "Dan, saat DKI Jakarta kembali mengetat pada September, ketika kasus (Covid-19) naik, kita juga melihat konsumsi terjadi perlambatan kembali," tutur Sri dalam Konferensi Pers Realisasi Pelaksanaan APBN 2020 secara virtual, Rabu (6/1).
Sri mengatakan, pemerintah sangat memahami dampak tersebut. Kuncinya adalah pengendalian virus Covid-19 itu sendiri. Karena itu, istilah gas dan rem sangat penting untuk diterapkan di masyarakat.
Sri mengakui, dampaknya akan sangat berat terhadap perekonomian karena aktivitas ekonomi pasti melambat yang diiringi dengan pelambatan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, jika kebijakan pengetatan pembatasan tidak diberlakukan, penyebaran virus akan semakin buruk yang juga berdampak negatif terhadap ekonomi.
"Pilihannya tidak terlalu banyak dalam hal ini. Pilihan paling baik secepat mungkin semua disiplin," ujarnya.
Pemerintah memutuskan kembali memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jawa dan Bali. Pengetatan kegiatan ini mulai berlaku pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021.