REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor pertanian masih mencatatkan laju pertumbuhan positif pada kuartal III 2020. Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertanian tumbuh 2,15 persen secara year on year (yoy), namun terjadi penurunan tipis dari kuartal sebelumnya sebesar 2,19 persen.
Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III 2020 tercatat mengalami kontraksi hingga minus 3,49 persen. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tersebut didominasi oleh kontribusi lima sektor, yakni pertanian, industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan.
Namun, dari kelima sektor itu, hanya pertanian yang masih tumbuh positif. Sementara, industri pengolahan tercatat minus 4,31 persen, perdagangan minus 503 persen, konstruksi minus 4,52 persen, serta pertambangan minus 4,28 persen.
Adapun, kontribusi PDB pertanian kuartal III terhadap total PDB nasional sebesar 14,58 persen. Kontribusi itu tercatat menurun dari kontribusi kuartal II yang tembus 15,46 persen. Namun masih lebih tinggi jika dibanding kuartal III 2019 yang hanya 13,45 persen.
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengatakan, masih bertahannya sektor pertanian pada laju positif karena pangan tetap dibutuhkan. Adapun, penurunan tipis yang terjadi, menurut Khudori, karena faktor musim panen yang mulai berkurang dari kuartal kedua.
"Memang ini beda di kuartal dua bisa tumbuh tinggi sekali karena panen raya yang bergeser dari kuartal pertama. Itu memang terbukti," kata dia.
Karena itu, kata Khudori, pertumbuhan kuartal ketiga memang sudah diramalkan bahkan lebih rendah dari kuartal sebelumnya. Adapun pada kuartal keempat, Khudori meyakini sektor pertanian masih mampu tumbuh positif. "Ada peluang kembali turun tapi masih positif, kenapa turun? karena Oktober-Desember memang musim paceklik," ujarnya.
Khudori mengatakan, melihat persoalan yang muncul dari adanya pandemi, tingkat harga menjadi suatu kebutuhan yang amat penting bagi petani. Sebab hanya dengan harga yang ideal, petani bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
Adapun insentif seperti subsidi, ia menilai masih menyimpan banyak masalah. Seperti misalnya subsidi pupuk yang tahun ini alokasinya lebih rendah daripada kebutuhan. Selain itu, subsidi pupuk juga belum mengkalkulasikan harga sehingga biaya-biaya logistik alhasil dibebankan kepada petani yang menggunakannya.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan bahwa pertumbuhan ini diprediksi berlanjut hingga tahun 2021. Hal ini terjadi lantaran produksi pertanian di semua provinsi Indonesia terus berjalan.
"Kita harus optimis, sebab pertanian adalah tulang punggung perekonomian Indonesia," tutupnya.