REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Nilai tukar (kurs) dolar AS melemah pada akhir perdagangan Selasa (3/11) atau Rabu (4/11) pagi WIB. Pelemahan dolar AS karena selera risiko lebih kuat ketika investor memposisikan prospek bahwa Joe Biden dari Partai Demokrat akan memenangkan pemilihan presiden AS pada Selasa (3/11) dan meluncurkan paket stimulus baru yang besar untuk meningkatkan ekonomi.
Biden telah memimpin dalam jajak pendapat nasional tetapi Presiden Donald Trump berada dalam posisi yang cukup dekat untuk mengumpulkan 270 suara Electoral College negara bagian-negara bagian mengambang yang diperlukan untuk memegang kursi kepresidenan, yang ia menangkan dalam hasil pemilu 2016 yang mengejutkan.
Analis percaya kemenangan Biden akan melemahkan dolar karena mantan wakil presiden itu diperkirakan menghabiskan banyak uang untuk stimulus dan mengambil pendekatan perdagangan yang lebih bebas, meningkatkan mata uang lain dengan mengorbankan dolar. Pengeluaran fiskal kemungkinan akan lebih tinggi jika Demokrat juga mengambil kendali atas Senat AS.
"Tampaknya pasar memperkirakan peluang kuat dari Demokrat hari ini, menyiratkan stimulus fiskal yang signifikan dan penerbitan utang diperkirakan pada 2021," kata Win Thin, kepala strategi mata uang global di Brown Brothers Harriman, dalam sebuah laporan.
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang turun 0,51 persen menjadi 93,55.
Euro melonjak 0,55 persen menjadi 1,1704 dolar, setelah mencapai dukungan teknis di 1,1621 dolar pada Senin (2/11/2020), yang merupakan level terendah satu bulan.
Dolar turun 0,13 persen terhadap yen, menjadi 104,7 yen.
Greenback terangkat minggu lalu di tengah kekhawatiran bahwa hasil pemilu mungkin tidak pasti selama berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu karena peningkatan besar dalam surat suara dan kemungkinan menimbulkan gugatan hukum.
Daripada bertaruh langsung pada hasil tertentu, banyak pedagang juga berbondong-bondong ke dolar yang dianggap lebih aman, sehingga mereka berada dalam posisi yang baik untuk memanfaatkan volatilitas saat hasil tiba.
“Mereka yang belum melakukan hedging, tetapi yang akan merasakan sakit jika terjadi pergerakan yang kuat, harus melakukan hedging sesegera mungkin, karena semakin mahal,” ahli strategi Commerzbank Antje Praefcke menulis dalam sebuah catatan kepada para klien.
Mata uang berisiko tinggi, termasuk dolar Australia, berkinerja lebih baik, dengan Aussie melonjak 1,25 persen menjadi 0,7141 dolar AS, bahkan setelah bank sentral Australia memangkas suku bunga mendekati nol dan meningkatkan rencana pembelian obligasi.
Federal Reserve AS akan mengakhiri pertemuan dua hari pada Rabu waktu setempat. Data Pekerjaan AS untuk Oktober juga menjadi fokus pada Jumat (6/11).