Kamis 15 Oct 2020 13:55 WIB

Peringkat Utang Korporasi Cenderung Turun hingga Akhir 2020

Awal kuartal IV 2020, terdapat 17 perusahaan yang mengalami perubahan peringkat.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Utang (ilustrasi)
Foto: AP Photo/LM Otero
Utang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringkat serta outlook surat utang korporasi diperkirakan masih cenderung turun hingga akhir 2020. Analis Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Niken Indriarsih mengatakan  penurunan peringkat dan outlook ini terjadi karena sebagian besar perusahaan terdampak pandemi Covid-19.

Di awal kuartal keempat tahun ini saja, berdasarkan data Pefindo, terdapat 17 perusahaan yang mengalami perubahan peringkat. Sebagian besar diantaranya mengalami penurunan peringkat ataupun perubahan outlook dari stabil ke negatif.

Baca Juga

"Secara umum, perusahaan yang mengalami penurunan peringkat dan revisi outlook ada pelemahan dari sisi kinerja, kondisi likuditas terbatas, utang tinggi hingga refinancing risk dalam setahun ke depan," kata Niken, Kamis (15/10).

Niken menjelaskan sektor yang paling terdampak adalah yang berkaitan dengan industri pariwisata, restoran, hotel, transoprtasi udara maupun transportasi darat. Selain itu, perusahaan dari sektor properti juga banyak mengalami penurunan peringkat.

Niken mengatakan, revisi peringkat utang sudah dilakukan Pefindo sejak kuartal kedua dan ketiga lalu. Dalam setahun ke depan, lanjutnya, Pefindo akan memonitor kembali kondisi korporasi untuk melihat adanya potensi perubahan peringkat.

"Bila memang kinerjanya terus memburuk atau pun mulai pulih, bisa saja outlook atau peringkatnya kami revisi kembali," tutur Niken.

Selain menurunkan peringkat, Niken menambahkan, terdapat sejumlah perusahaan yang peringkatnya dipertahankan atau direvisi dari negatif menjadi stabil. Revisi ini dilakukan karena perusahaan memiliki ketahanan dan lukuiditas yang cukup kuat.

Sementara itu di sektor jasa keuangan, analis Pefindo Danan Dito, mengatakan peringkat utang korporasi khususnya di industri perbankan masih sangat stabil. Menurutnya, pengalaman industri perbankan dalam menghadapi situasi krisis membuat potensi pemburukan lebih terbatas.

"Memang kalau dari sisi kondisi makro dari pandemi ini dampaknya masih sangat terasa. Tetapi dari sisi pemegang saham, mereka lebih cepat mengucurkan bantuan baik likuiditas maupun permodalan," jelas Dito.

Faktor lainnya yang membuat industri keuangan lebih stabil yaitu karena didukung oleh sejumlah langkah dari pemerintah dan regulato. Mulai dari tingkat suku bunga yang menurun, nilai tukar rupiah yang relatif terjaga hingga beberapa relaksasi yang dilakukan untuk menjaga rasio-rasio keuangan.

"Ini juga bisa mempertahakan outlook maupun rating dari industri perbankan," kata Dito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement