REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia Airlines terancam tutup apabila lessor (penyewa pesawat) memutuskan untuk tidak mendukung rencana restrukturisasi terbaru maskapai. Informasi ini disampaikan kepala eksekutif dari grup induk maskapai, Sabtu (10/10).
CEO Malaysia Aviation Group (MAG) Izham Ismail mengatakan, para lessor maskapai memiliki beragam pandangan. "Ada kreditur yang sudah setuju. Tapi, ada juga yang masih menentang dan kelompok lain masih 50:50," ucapnya kepada The Edge Weekly seperti dilansir Reuters, Ahad (11/10).
Maskapai dapat bertahan apabila lessor yang masih mempunyai kemungkinan 50:50 tersebut sepakat sudah setuju. Izham menilai, opsi ini masih ada mengingat akan banyak kreditor yang sepakat dengan rencana restrukturisasi.
Beberapa lessor global MAG adalah AerCap dan Avolon. Mereka menolak berkomentar.
Izham menyebutkan, dirinya berencana untuk melakukan restrukturisasi neraca maskapai selama lima tahun hingga mencapai break even (titik impas) pada 2023. Ini dengan asumsi, permintaan di pasar domestik dan Asia Tenggara sudah kembali ke level 2019 pada kuartal kedua dan ketiga tahun 2022.
Rencana tersebut juga akan membutuhkan suntikan dana segar dari pemegang saham maskapai, dana negara Khazanah Nasional, untuk membantu perusahaan selama 18 bulan ke depan.
Salah satu lessor menyebutkan, rencana restrukturisasi itu tidak pantas dan catat fatal. Mereka yang mengklaim mewakili 70 persen pesawat dan mesin yang disewakan kepada MAG ini berkomitmen untuk menentang rencana restrukturisasi, menurut orang-orang yang memahami masalah itu dan surat dari firma hukum London yang dilihat Reuters.
Sebelumnya, melalui surat resmi, MAG telah memperingatkan lessor bahwa Khazanah akan menghentikan pendanaan ke grup dan memaksanya ke dalam proses penutupan apabila rencana restrukturisasi gagal. MAG juga mengatakan, grup tersebut kemungkinan tidak dapat melakukan pembayaran terutang setelah November kecuali jika menerima lebih banyak dana dari Khazanah.
Izham mengatakan, lessor harus membuat keputusan 11 Oktober, sehingga maskapai dapat memutuskan apakah akan melanjutkan restrukturisasi atau melaksanakan plan B. Rencana kedua ini dapat melibatkan pengalihan sertifikat operator penerbangan (AOC) Malaysia Airlines ke maskapai baru dengan nama berbeda, atau memanfaatkan AOC dari maskapai saudaranya, Firefly dan MASwings.
Izham optimistis, plan B akan berjalan sesuai dengan rencana. "Jika Anda bertanya kepada saya, apakah Plan B dapat dipercaya? Tentu saja. Kami punya semua set keahlian," katanya.
Maskapai nasional Malaysia telah berjuang untuk pulih dari dua tragedi pada 2014, yaitu hilangnya penerbangan MH370 secara misterius dan penembakan pesawat MH17 di atas Ukraina Timur.
Sejak tahun lalu, Malaysia mencari mitra strategis untuk maskapainya yang dilanda biaya operasional tinggi. Salah seorang sumber mengatakan, maskapai berencana menegosiasikan diskon dengan lessor hingga 75 persen melalui rencana restrukturisasi yang ingin diterapkan melalui proses pengadilan Inggris.
Permintaan restrukturisasi itu disampaikan MAG dalam surat resmi yang membuat para lessor terkejut. "Lessor sudah tertekan dengan situasi pasar sekarang dan apa yang diminta Malaysia Airlines tidak bisa dilakukan," kata seorang sumber dari perbankan, seperti dilansir di Reuters.