REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), menilai kebijakan penggunaan Kartu Tani dalam penyaluran pupuk bersubsidi menjadi terobosan untuk meningkatkan ketepatan penyaluran. Hanya saja, Kartu Tani tak akan menyelesaikan masalah jika tidak disertai akuntabilitas dan transparansi data hingga ke level terbawah.
"Ini terobosan menarik tapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi bahwa akuntabilias data menjadi kunci. Ini perlu pelibatan publik secara luas," kata Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah kepada Republika.co.id, Jumat (28/8).
Said menuturkan, penerapan Kartu Tani tetap berpegang pada basis data elektronik Rencana Definitif Kebutuan Kelompok (e-RDKK). Ia mengatakan, e-RDKK sama halnya dengan RDKK sebelumnya yang di mana penyaluran pupuk bersubsidi diberikan secara manual.
"Jadi ini soal bagaimana melakukan proses pendataan dengan cermat teliti dan terbuka. Libatkan seluruh masyarakat penerima dan aparat desa supaya kalau ada yang main-main dia bisa ketahuan," ujarnya menambahkan.
Diketahui, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian telah mengeluarkan surat edaran kewajiban penggunaan Kartu Tani mulai 1 September 2020. Said mengatakan, hal itu menimbulkan kegaduhan di kalangan petani lantaran informasi yang simpang siur.
Apalagi, kata Said, dari informasi yang diterima KRKP, dalam sepekan terakhir pupuk cukup sulit diperoleh. Petani, menurut dia, sangat membutuhkan pupuk sekalipun harus dibayar dengan harga non subsidi. "Semniggu terakhir pupuk lagi susah didapat. Terutama pupuk bersubsidi ini hak petani kecil, karena itu penggunaan Kartu Tani harus memperkuat pemenuhan hak petani," kata dia.