REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mengembangkan kawasan industri halal. Maka agar pembentukan kawasan tersebut berjalan lancar selama pandemi Covid-19, diperlukan sejumlah stimulus.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menyebutkan, ada tiga insentif yang perlu diberikan pemerintah supaya pemain industri halal tetap beroperasi di kawasan industri. Pertama, berikan diskon biaya sertifikasi halal bagi perusahaan yang meminjam dari bank syariah.
"Misal mereka membangun pabrik di kawasan industri dengan mengambil pinjaman dari bank syariah. Maka berikan diskon, kalau diskon pajak tidak mungkin di tengah pandemi, maka bisa diskon yang lain seperti biaya sertifikasi halal, ini juga dapat mengembangkan industri keuangan syariah juga," jelas Rusli kepada Republika.co.id, Kamis (20/8).
Insentif kedua, lanjutnya, berikan diskon ke industri halal yang memasukkan bahan baku bersertifikat halal ke dalam proses produksinya. "Contohnya, industri pembuatan sosis atau nugget ayam, mereka beli bahan baku dari RPH (Rumah Potong Hewan) bersertifikat halal, maka berarti bisa dapat diskon biaya sertifikasi halal," tuturnya.
Ketiga, sambung dia, jika ada perusahaan atau industri halal di kawasan industri yang bisa menembus pasar berbagai negara yang mendukung gaya hidup halal seperti Jepang dan Korea Selatan, maka pemerintah harus memfasilitasi ekspornya. "Kalau produksi dalam negeri bisa penuhi kebutuhan wisata halal di negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan China, pemerintah harus kasih insentif atau bukakan jalan," jelas dia.
Ia berharap, pemerintah tidak hanya mendorong satu kawasan industri halal. Tujuannya agar kebutuhan hulu sampai hilir bisa dipenuhi.
Dirinya melanjutkan, informasi kehalalan suatu produk sangat penting, terutama demi memenuhi hak konsumen. Hanya saja menurutnya, tidak perlu ada kewajiban sertifikasi halal, melainkan perlu adanya klaim halal.
"Jadi perlu ada declaire halal, perusahaan harus declaire dan memenuhi standar kehalalan meski tidak sertifikasi halal. Kemudian secara random, dilakukan pengecekan kehalalan produk tersebut, bagi yang ternyata tidak sesuai, langsung banned. Dengan begitu, para pelaku industri akan berupaya selalu penuhi standar kehalalan," tutur Rusli.