REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pendiri Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko optimistis aplikasi teknologi digital dalam mendorong masyarakat khususnya di pedesaan mengadopsi berbagai ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan masyarakat akan lebih cepat dari perkiraan. “Terdorong oleh pandemi Covid-19, saya optimis penggunaan teknologi digital akan lebih cepat dari perkiraan,” kata Budiman di Jakarta, Ahad (16/8).
Disela kesibukannya sebagai salah seorang politisi yang rajin ke pedesaan ini, Budiman Sudjatmiko kini aktif berkiprah dalam pergerakan kegiatan ekonomi yang diwujudkan lewat koperasi yang didukung dengan pendirian Inovator 4.0.
Pemberdayaan ini penting karena menurut Budiman, dalam Innovator 4.0 terkandung makna pentingnya Ilmu Pengetahuan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan bangsa yang cerdas dan mandiri. Upayanya ini mencerminkan ilmu pengetahuan di mata Budiman sangat penting dikuasai masyarakat kita saat ini. Kemandirian dan kecerdasan merupakan salah satu impian digulirkannya inovator 4.0. Hingga ke depan hal ini mempercepat kecerdasan dan kemandirian warga hingga dapat berusaha secara mandiri dalam memecahkan persialan sehingga dapat memberikan solusi untuk negara dan bangsa Indonesia.
Inovator 4.0 ini juga tentu, kata dia dapat menjadi solusi kongkrit dalam menjawab tantangan zaman yang cepat berubah dan dinamis. Apalagi, Inovator 4.0 ini bisa diterapkan dalam pembangunan desa lewat berbagai bidang seperti Koperasi dan UMKM. Selain itu, ke depan upaya ini dapat menjawab harapan dan peran pemuda saat ini dalam mencapai cita - cita Indonesia Emas 2045 atau 100 tahun Indonesia Merdeka.
Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, menurut Budiman, solusi-solusi seperti ini bisa di tawarkan kepada segenap potensi bangsa agar tidak terpuruk menimbulkan efek krisis ekonom dan mencegah krisis sosial "Bagaimana pun desa dan UMKM bisa jadi solusi kita dalam menghadapi resesi,"kata Budiman.
Ia mengakui, hingga saat ini kesenjangan digital atau digital gap masih menjadi problem di Indonesia. Daerah di luar pulau Jawa maupun di pelosok desa misalnya belum bisa menikmati akses internet secara baik, terlebih di masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan banyak orang bekerja dari rumah (work from home).“Infrastruktur digital di desa harus terus ditingkatkan. Apalagi semua kegiatan, mulai dari bekerja hingga sekolah sudah melalui internet,” papar Budiman.
Fokus relawan Inovator 4.0 yang mencapai 300-an orang itu, kata Budiman, saat ini lebih kepada upaya peningkatan kemampuan masyarakat mengadopsi teknologi digital lewat berbagai pelatihan di banyak daerah. Perhatian ekstra terhadap infrastruktur digital di desa dirasa penting karena desa memiliki peranan penting dalam menyelamatkan ekonomi bangsa ketika krisis akibat pandemi Covid-19 ini. “Beberapa hari lalu kita melakukan pelatihan di 38 kabupaten kota di Jawa Timur,” ungkap Budiman.
Relawan Inovator yang merupakan kumpulan generasi milenial yang yang berpendidikan dalam dan luar negeri dari berbagai disiplin ilmu berkolaborasi dengan gerakan para politikus progresif, pendidik, dan wirausahawan sosial untuk mempercepat aplikasi teknologi digital bagi masyarakat. “Mereka dari desa dan kota, dan warga Indonesia yang studi di luar negeri, mau berkumpul tanpa bertanya dapat apa," tegasnya.
Terkait masih minimnya akses internet di daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T), Budiman mendorong pemerintah daerah membangun infrastruktur digital, tidak bisa mengandalkan dana dari pusat atau perusahaan telekomunikasi. Masyarakat desa harus berpikir dan berusaha secara swadaya untuk membangun infrastruktur digital.
“Salah satunya bisa dari badan usaha milik desa (BUMdes). Bumdes bisa jadi penyedia jasa ISP (Internet Service Provider) sendiri. Mereka bisa kerja sama dengan perusahaan penyedia jaringan internet swasta dan bagi hasil,” katanya.
Oleh karena itu, Budiman terus mengajak mereka yang peduli akan nasib bangsa ini untuk memberikan pendampingan atau pelatihan melalui kerja sama secara profesional untuk menjadikan BUMDes sebagai gerakan kewirausahaan sosial berbasis teknologi.
Budiman menegaskan, ke depan harapannya bahwa desa bukan kagi sebagai objek pembangunan, setelah ada UU Desa karena undang-undang tersebut mengamanatkan desa supaya menjadi subjek pembangunan. “Oleh karena menjadi subjek pembangunan, desa pun harus seperti subjek pembangunan yang lain seperti negara, BUMN, BUMD, maupun perusahaan swasta. Desa juga mempunyai badan usaha milik desa (BUMDes) atau badan usaha milik desa bersama yang dibangun antardesa," katanya.
Inisiatif Inovator 4.0 yang digagas sejak 2018 lalu, jelas Budiman, kini sudah berdampak positif, dimana masyarakat desa sudah dapat mengakses berbagai informasi dan media sosial untuk kemajuan desa dan warga masyarakat itu sendiri.
Ajak Kaum Muda Berimajinasi
Aktivis 98 tersebut menyatakan, di tengah situasi serba sulit akibat dampak pandemi Covid-19, kaum muda Tanah Air memiliki peluang besar untuk mengantarkan negeri ini menjadi pemenang dalam kompetisi global pada era Industri 4.0. Akan tetapi, Budiman melontarkan tiga syarat. Pertama, kekuatan imajinasi akan membuat manusia lebih unggul dari mesin dan kecerdasan buatan.
“Mesin bisa akurat, tepat dan cerdas. Tapi untuk sementara saya belum melihat mesin bisa berimajinasi,” ungkapnya.
Kedua, agar generasi milenial secara aktif mentransfer imajinasinya dalam ilmu pengetahuan, termasuk ke dalam algoritma dan aplikasi digital. Poin utama yang diharapkan Budiman bukan sebatas pada upaya kaum kreatif menemukan solusi atas problem masyarakat pada era kekinian, namun juga mengimajinasikan solusi atas persoalan-persoalan yang potensial muncul di masa depan.
Yang ketiga, berkolaborasi dengan membuat jejaring sosial, gotong royong, dan solidaritas. Menurut Budiman, kiprah anak muda Indonesia dalam memanfaatkan peluang Industri 4.0 membutuh ekosistem yang memadai. Itu sebabnya, dia mengusulkan dikembangkannya Silicon Village, yakni semacam pusat pengembangan teknologi dan inovasi digital di Amerika Serikat, namun berbasis komunitas desa yang berjumlah 74.954 di seluruh Indonesia.
Budiman yang menjabat Ketua Dewan Pengawas Koperasi Satelit Desa Indonesia ini menjelaskan di dalam konsep Silicon Village ini terjadi kolaborasi secara profesional antara pemuda-pemudi lulusan kampus terbaik dalam maupun luar negeri, korporasi, sektor finansial, dan BUMDes. Konektivitas ini sangat dimungkinkan bekerja seiring kemunculan talenta brilian kaum muda dan bergulirnya Dana Desa yang bisa berinvestasi dalam bidang tekhnologi.