REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengungkapkan, nilai transaksi e-commerce relatif datar. Padahal, jumlah orang yang belanja di platform tersebut meningkat.
"Orang-orang sejak Covid-19, lebih sering belanja di e-commerce. Namun belanjanya (barang) yang lebih murah, jadi nilainya relatif flat," ujar dia dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2020 pada Rabu (12/8).
Menurutnya, Indonesia masih menghadapi tantangan digital. Beberapa kendala di antaranya yakni masalah inklusi keuangan atau financial inclusion.
"Banyak orang belum punya rekening bank, persentase jumlah penduduk Indonesia yang masih belum punya rekening bank sebesar 66 persen. Kalau mau transaksi di e-commerce, minimal punya e-wallet," jelas Rachmat.
Kendala berikutnya, kata dia, yaitu adaptasi teknologi itu sendiri. Bukalapak mencatat, baru 16,3 persen usaha yang mengadopsi teknologi dalam proses bisnis.
Meski begitu, ia melanjutkan penjualan lewat online tetap memberikan secercah harapan bagi UMKM. Maka mau tidak mau, pelaku usaha harus berpindah dari bisnis offline menjadi online.
"Indoensia cukup menarik. Sekarang banyak UMKM menurun, tapi ingin coba bangkit lagi. Maka bisa lewat e-commerce, Indonesia e-commerce-nya sudah cukup baik. Jadi banyak sekali potensi pengusaha UKM, bisa ikut digital platform," tutur dia.
Dirinya menambahkan, Covid-19 telah mengubah gaya hidup. Terlihat dari barang-barang yang banyak dibeli masyarakat selama pandemi.
"Ada benda yang yang tadinya selalu orang beli, tapi sekarang tidak terlalu. Ada juga benda yang tadinya nggak sering dibeli, sekarang justru banyak dibeli. Misalnya barang hobi seperti alat masak, sepeda, motor dan spare part-nya," ujar Rachmat.