Rabu 12 Aug 2020 06:08 WIB

'Subsidi Gaji tak Efektif Dorong Konsumsi Rumah Tangga'

Target penerima stimulus kurang berkontribusi pada konsumsi nasional.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah pegawai saat berjalan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (10/6). Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menilai, tujuan pemerintah untuk menyelamatkan konsumsi rumah tangga melalui subsidi gaji bagi pekerja tidak akan efektif. Hal ini karena target penerima stimulus yang kurang berkontribusi besar pada konsumsi nasional.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pegawai saat berjalan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (10/6). Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menilai, tujuan pemerintah untuk menyelamatkan konsumsi rumah tangga melalui subsidi gaji bagi pekerja tidak akan efektif. Hal ini karena target penerima stimulus yang kurang berkontribusi besar pada konsumsi nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menilai, tujuan pemerintah untuk menyelamatkan konsumsi rumah tangga melalui subsidi gaji bagi pekerja tidak akan efektif. Hal ini karena target penerima stimulus yang kurang berkontribusi besar pada konsumsi nasional.

Rizal menjelaskan, subsidi gaji yang dicanangkan pemerintah menyasar pada pekerja dengan keterampilan (skilled worker). Padahal, menurutnya, pegawai yang paling banyak terkena dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau tidak menerima gaji dan tunjangan secara penuh justru di kategori tenaga kerja unskilled.

Baca Juga

Di sisi lain, jumlah tenaga kerja yang kurang terampil lebih banyak dibandingkan skilled worker. Dampaknya, Rizal mengatakan, konsumsi rumah tangga unskilled worker berperan penting. Ketika konsumsi mereka tertekan, pertumbuhan konsumsi secara nasional pun ikut terseret ke bawah.

Melihat situasi ini, Rizal menyebutkan, peningkatan konsumsi rumah tangga melalui pemberian subsidi gaji ke pekerja akan sulit tercapai. "Alih-alih terjadi perbaikan daya beli masyarakat, malah justru sebaliknya," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (11/8).

Rizal menganjurkan pemerintah untuk kembali melakukan pemetaan kategori penerima bantuan subsidi dengan mempertimbangkan dua hal. Pertama, mereka termasuk dalam kategori yang paling membutuhkan bantuan. Kategori kedua, mereka memang berkontribusi terhadap penurunan daya beli masyarakat.

Selain itu, Rizal menambahkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan positif apabila daya beli masyarakat ditingkatkan dengan mendorong pendapatan melalui produksi, bukan melalui bantuan. Sebab, bantuan melalui program subsidi gaji tidak bisa menjamin penerimanya membeli komoditas yang berkontribusi terhadap perbaikan konsumsi.

Terlebih, Rizal menekankan, konsumsi pekerja yang berpendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan lebih banyak ditujukan ke kebutuhan pangan. Atau, untuk membeli paket data di sektor informasi dan komunikasi yang kini menjadi kebutuhan utama saat Working From Home (WFH).

"Konsumsi mereka bukan ke sektor dengan multiplier effect tinggi, jadi tidak efektif (untuk mendorong konsumsi rumah tangga)," ucapnya.

Rizal mengatakan, dibandingkan memberikan subsidi gaji ke pekerja, pemerintah sebaiknya lebih fokus pada masyarakat miskin. Mereka lebih membutuhkan bantuan langsung tunai, dibandingkan paket sembako yang kini diberikan dan ditambah jumlahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement