REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menjajaki kerja sama eksternal dengan sejumlah stakeholder. Kesepakatan kerja sama terbaru dilakukan dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Bank Umum Syariah.
Ketua Kompartemen BPRS Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Cahyo Kartiko menyampaikan BPRS telah mengajukan sejumlah skema kerja sama. Tujuannya sebagai penanggulangan likuiditas karena dampak Covid-19.
"Kami sudah memberikan sejumlah skema penyaluran dana haji ke BPRS, baik secara langsung maupun melalui Bank Umum Syariah," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (5/8).
Menurutnya sudah ada kesepakatan dan realisasi kepada beberapa BPRS dari BPKH dengan penyaluran dilakukan melalui Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Kerja sama tersebut dilakukan dalam rangka penanggulangan likuiditas BPRS yang sempat ketat saat puncak pandemi.
Cahyo mengatakan saat ini permasalahan BPRS bergeser dari likuiditas menjadi rentabilitas. Pendapatan menurun karena penurunan pendapatan dari pembiayaan, sehingga BPRS harus mencari sumber pendapatan lain. Fee-based Income diyakini dapat membantu meningkatkan rentabilitas BPRS hingga akhir tahun.
"Kami bisa cari pendapatan dari fee based income (FBI), baik dari kegiatan pembiayaan maupun pendanaan," katanya.
Selain itu, BPRS juga bisa melakukan efisiensi meski terbatas. Cahyo menyampaikan, anggota berkomitmen untuk tetap melakukan ekspansi dalam jangka pendek dan menengah, seiring dengan kondisi kinerja keuangan yang terus tumbuh positif.
Untuk jangka menengah, BPRS harus membuat terobosan-terobosan baru. Sementara dari sisi likuiditas, kerja sama dengan BPKH dan BUS/UUS akan sangat membantu. Selain kerja sama penampatan dana, BPRS juga bekerja sama dengan BPKH dalam kampanye Haji Muda.
Cahyo mengatakan BPRS sangat mendukung program tersebut dan berkomitmen untuk turut menyukseskannya. Program Haji Muda diinisiasi oleh BPKH untuk mengajak generasi muda mulai mendaftar porsi mengingat masa tunggu yang semakin lama.