REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengakui ruang fiskal negara bisa saja jebol bila pembatasan sosial terus-menerus dilakukan. Hal ini yang melatari kebijakan pembukaan kembali ekonomi di banyak daerah yang sebelumnya sempat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) demi menekan penularan Covid-19.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal memberikan arahan agar 'rem dan gas' dalam pembukaan ekonomi tetap mempertimbangkan penanganan Covid-19 dari sisi kesehatan. Maksudnya, penanganan Covid-19 tak boleh lantas membawa Indonesia ke arah resesi, dan sebaliknya, pembukaan ekonomi tak boleh membawa Indonesia masuk dalam gelombang kedua Covid-19.
"Kalau kita terlalu berani beraktivitas, tanpa memperhatikan protokol kesehatan, itu sama saja gasnya terlalu besar, dan kita akan blong akan nubruk. Akibatnya apa, kita akan mundur jauh ke belakang," jelas Budi dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Rabu (29/7).
Pertimbangan inilah yang kemudian membuat pemerintah secara bertahap membuka kembali aktivitas ekonomi dengan tetap memprioritaskan penerapan protokol kesehatan. Apalagi, pemerintah sedang berupaya keras menahan laju perlambatan ekonomi di kuartal III 2020 yang menjadi kunci kinerja ekonomi di tahun 2021 mendatang.
"Saran saya, jangan terburu-buru, tapi jangan menutup diri. Keseimbangan ini harus dicari di masing-masing daerah. Karena kalau misalnya kita terus-menerus lockdown (PSBB), nggak akan tahan ruang fiskal kita," jelas Budi.
Budi juga meminta kepala daerah untuk lebih sensitif dalam menerbitkan kebijakan penanganan Covid-19, baik dari sisi kesehatan atau ekonominya. Kembali lagi ia mengingatkan bahwa presiden meminta agar daerah memperhatikan 'gas dan rem' dalam membuka ekonominya. Ekonomi perlu dipulihkan, ujarnya, tanpa harus mengorbankan aspek kesehatan.
Namun bila melihat data, angka kasus harian positif Covid-19 di Tanah Air terus menanjak naik. Bahkan belum juga terlihat ada tanda-tanda melandai atau bahkan menurun. Hari ini saja, tercatat ada 2.381 kasus baru dalam 24 jam terakhir.
Angka ini menjadi yang tertinggi kedua, setelah rekor pada 9 Juli lalu dengan kasus harian 2.657 orang. Saat itu, lonjakan disebabkan temuan klaster baru di Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD) di Bandung.
Dari angka hari ini, DKI Jakarta kembali menjadi provinsi dengan penambahan kasus harian terbanyak yakni 577 kasus. Angka ini sekaligus rekor tambahan kasus baru bagi ibu kota, setelah angka tertinggi sebelumnya sebanyak 473 kasus baru pada Senin (27/7).
Kemudian di bawah DKI Jakarta, menyusul Jawa Timur dengan kasus baru 359 orang dalam satu hari terakhir. Lalu ada Jawa Tengah dengan 313 kasus, Sumatra Utara dengan 241 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 128 kasus.
Dari lima besar angka penambahan harian ini, hanya Jawa Timur saja yang mencatatkan kasus sembuh melampaui kasus positif baru. Hari ini ada 538 pasien sembuh di Jawa Timur.