Kamis 23 Jul 2020 11:40 WIB

Prancis Larang Ikhwanul Muslimin dan Yusuf Al-Qaradhawi

Prancis melarang keberadaan Ikhwanul Muslimin dan ideolognya.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Prancis melarang keberadaan Ikhwanul Muslimin dan ideolognya. Logo ikhwanul muslimin
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
Prancis melarang keberadaan Ikhwanul Muslimin dan ideolognya. Logo ikhwanul muslimin

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Komisi Penyelidikan Prancis mengeluarkan seruan agar ideologi Ikhwanul Muslimin dan tokoh terkemuka Syekh Yusuf Al Qaradawi dan pendukungnya dilarang dari Prancis. Komisi ini mengajukan rekomendasi untuk mengurangi pengaruh kelompok itu.

Terdapat 44 rekomendasi yang disampaikan Komite dalam laporan mereka tentang radikalisasi Islam kepada Senat Prancis. Salah satunya membahas strategi infiltrasi Ikhwanul Muslim untuk mengendalikan organisasi, masyarakat dan bahkan lembaga yang didanai negara seperti sekolah. 

Baca Juga

Dilansir di The National, agama terbesar kedua di Prancis ini, Islam, bukanlah fokus dari laporan itu. Laporan tersebut menyebut Ikhwanul Muslimin bersikeras membuat perbedaan dari ideologi "l'islamisme" sebagai tantangan utamanya. 

"Radikalisasi Islam didorong terutama oleh proyek politik, 'Islamisme', didukung negara, kelompok atau individu," kata laporan tersebut dilansir di The National , Kamis (23/7). 

Pertumbuhan Ikhwanul Muslimin, yang diyakini menguasai sekitar 150 masjid Prancis dan ratusan lembaga lainnya, menjadi ancaman khusus. Kelompok itu disebut mendapat dukungan dari Qatar dan Turki saat memperluas kegiatannya.  

Rekomendasi di bawah tajuk "Ketahui, Lacak dan Hindari Aktivitas Islam Radikal" ini berkaitan dengan Al Qaradawi di Doha. 

"Untuk melawan pengaruh Ikhwanul Muslimin, harus ada peninjauan oleh Menteri Dalam Negeri tentang kemungkinan mengumumkan larangan administratif atas wilayah terhadap Yusuf Al Qaradawi dan para ahli ideologi gerakan ini," lanjut laporan tersebut. 

Selain itu, larangan tersebut sangat merekomendasikan untuk membatasi kegiatan orang-orang yang dianggap bekerja dengan Al Qaradawi. Pembatasan terhadap penerbitan tulisan-tulisannya juga didukung. 

Penulis dan saksi mata, Emmanuel Razavi, mengatakan tindakan yang dilakukan harus lebih luas daripada kepemimpinan Ikhwanul Muslimin. Ini untuk menangani kelompok-kelompok masyarakat yang berada di bawah kendalinya 

"Saya bukan seorang legislator tetapi kita harus mulai dengan menutup 600 asosiasi di bawah undang-undang 1901 yang terkait dengan Ikhwanul Muslimin di Perancis, yang membentuk ujung lain dari rantai teroris," kata Razavi.

Sementara itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan inisiatif kebijakan besar sedang dilakukan untuk memastikan Prancis tidak terbagi antara komunitas, di mana beberapa segmen masyarakat menjadi tertutup dari arus utama. 

Ikhwanul Muslimin (IM) disebut mengeksploitasi perasaan viktimisasi dan ketidaksetaraan yang ada di masyarakat. Selain itu, mereka juga berupaya merekrut pengikut elit yang dapat mengerahkan pengaruh kuat terhadap badan-badan yang didukung negara. 

"Di mana-mana, kita harus melihat siapa melakukan apa di negara ini, untuk memastikan menghentikan organisasi seperti ini (IM) di akar rumput," kata Senator kanan-tengah selaku pelapor untuk penyelidikan, Jacqueline Eustache-Brinio.  

Bagi pemerintah kota, dia menyebut pihaknya telah melihat masuknya sejumlah aktivis dari organisasi ini. Tujuannya, untuk membawa suara atas nama IM, sementara Komite Penyelidikan sedang berjuang melawannya. 

Penyelidikan juga menunjukkan pembentukan Dewan Muslim, Conseil Francais du Culte Musulman, menjadi sebuah kesalahan. Keberadaan dewan ini memberikan tempat bagi IM untuk menyebarkan pengaruhnya di tingkat nasional dan departemen. Termasuk di dalamnya kampanye kolektif tentang Islamofobia oleh dewan yang mempromosikan IM. 

"Di bawah kedok Islamophobia, Islam politik telah berhasil membawa keyakinan jika itu bisa tanpa kekerasan," kata salah satu saksi, Mohammed Sifaoui, pada penyelidik. 

Laporan itu juga menyatakan keprihatinan atas meningkatnya jumlah anak yang bersekolah di rumah, di luar kurikulum nasional yang diatur. Tercatat terjadi kenaikan 20 persen pada tahun ajaran 2018-2019, bahkan sebelum pandemi melanda.  

Muncul ketidakpercayaan yang meningkat di negara bagian. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya orang tua maupun wali yang ingin melepaskan anak-anak mereka dari sistem pendidikan nasional. 

Menteri Pendidikan Prancis, Jean-Michel Blanquer, mengatakan benih-benih bahaya di masa depan dapat terlihat dari tren yang muncul. 

"Pada 2010 terlihat peningkatan tajam jumlah permintaan untuk membuka sekolah di luar sistem," kata Blanquer. Ia juga meminta masyarakat untuk tetap waspada tentang kualitas pendidikan serta risiko radikalisasi Islam atau penyimpangan sektarian.  

Sumber: https://www.thenational.ae/world/ban-on-qaradawi-urged-by-french-commission-into-islamist-radicalisation-1.1052633

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement