REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya (Wika) Mahendra Vijaya mengatakan, beberapa kondisi makro, seperti likuiditas keuangan yang ketat, peninjauan ulang terhadap anggaran pembangunan infrastruktur, dan terbatasnya arus mobilisasi sumber daya adalah sebagian dari beberapa faktor yang berpengaruh para pelaku bisnis di Tanah Air, termasuk Wika.
"Sejalan dengan fase adaptasi kebiasaan baru, perseroan memiliki optimisme baru untuk mengembalikan ritme bisnis di tengah berbagai tantangan yang terjadi, termasuk adanya penilaian dari sebagian pihak tentang peningkatan risiko terhadap bisnis perseroan," ungkap Mahendra saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (16/7).
Mahendra menyebut sejumlah faktor yang diduga menjadi pemantiknya, antara lain adanya potensi penundaan proyek infrastruktur. Hal tersebut akibat terhambatnya pekerjaan konstruksi sebagai konsekuensi pandemi Covid-19.
Juga kekhawatiran kebutuhan Wika untuk pengembalian utang yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat. Namun, sebagian lembaga lain, kata Mahendra, tetap menilai Wika sebagai perseroan yang kuat dan mampu memenuhi semua kewajibannya.
Ia mencontohkan Lembaga Pemeringkat International Fitch Ratings menegaskan Long-Term Foreign- and Local-Currency Issuer Default Rating (IDR) masih tetap pada rating BB dan National Long Term Rating pada AA- (idn). Fitch berpendapat Wika sebagai salah satu BUMN konstruksi terbesar memiliki rekam jejak yang kuat dalam mengeksekusi proyek-proyek strategis nasional berskala besar.
Selain itu, beberapa analis terkemuka, seperti DBS Securities, RHB Research, dan Samuel Sekuritas Indonesia masih merekomendasikan buy untuk saham Wika dengan upside rata-rata 25 persen. "Hal ini menunjukkan Wika masih memiliki kapasitas untuk tetap tumbuh ke depan," ucap Mahendra.
Mahendra menyampaikan rasio kemampuan arus kas perseroan untuk memenuhi kewajiban utang jangka pendek atau Debt Service Coverage Ratio (DSCR) pada kuartal I-2020 yang berhasil ditorehkan perseroan berada pada angka 2,18x (dari minimal level covenant 1x). Hal itu menunjukkan EBITDA perseroan cukup untuk membayar utang berbunga yang jatuh tempo di tahun yang sama. Pada kuartal-I 2020, analisis tingkat utang perseroan dari tinjauan Interest Coverage Ratio (ICR) berada pada besaran 3,18x (dari minimal level covenant 2x).
"Dengan demikian, proyeksi atas kemampuan Wika untuk membayar utang berada pada ambang optimistis bukan sebaliknya, menjadi kekhawatiran," kata Mahendra.