REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penyakit Menular WHO South-East Asia Region (SEARO) Prof drTjandra Yoga Aditama mengatakan virus flu babi G4 EA H1N1 bukanlah virus baru. Menurutnya, satu-satunya cara untuk mengantisipasinya adalah dengan pengawasan.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO Dr Michael Ryan mengatakan juga bahwa virus flu babi G4 bukanlah virus baru, tapi virus yang tengah dalam pengawasan. Temuan itu dilakukan dari pengawasan bertahun-tahun.
"Sudah dalam surveilans sejak beberapa waktu yang lalu, jadi bukan virus yang baru," kata Tjandra mengutip perkataan Dr Michael Ryan dalam diskusi virtual tentang flu babi G4 yang dipantau di Jakarta, Jumat (10/7).
Virus tersebut telah dilaporkan oleh pemerintah China dan berada di bawah pengawasan sejak 2011 serta sudah ada beberapa publikasi sebelumnya tentang virus itu. Tim peneliti dari China sebelumnya sudah memeriksa virus influenza yang ditemukan pada babi dalam kurun waktu 2011-2018, menemukan varian Genotipe 4 (G4) EA H1N1.
Pada akhir Juni 2020, studi yang diterbitkan oleh jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences membahas tentang galur atau strain baru dari flu babi H1N1. Virus flu itu sebelumnya sudah beredar di populasi babi di China dengan varian paling umum dari virus flu EA H1N1 yang ditemukan adalah galur atau strainGenotipe 1, tapi galur tersebut bermutasi hingga muncul Genotipe 4.
Berdasarkan laporan dari penelitian virus G4 dapat melekat pada reseptor yang mirip dengan manusia pada lapisan saluran pernapasan dan menyerang bagian atas saluran napas yang kemudian dapat menuju paru-paru.
Menurut Tjandra, G4 dan tipe lain dari flu babi dan flu burung akan terus berevolusi. "Sehingga untuk itu satu-satunya jalan memang harus dimonitor secara terus menerus, bukan hanya monitor ada atau tidaknya, tapi juga dimonitor kemungkinan risiko terjadinya pandemi," ujarnya.