REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, Didiek Hartantyo mengatakan pemerintah masih memiliki utang pembayaran public service obligation (PSO) kepada KAI. Total kekurangan pembayaran PSO tersebut mencapai sekitar Rp 257,87 miliar.
"Mengenai kekurangan pembayaran pemerintah atas PSO ini ada di tahun 2015, 2016, dan 2019," kata Didek dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (30/6).
Didiek merinci, sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada 2015 pemerintah masih ada utang pembayaran PSO kepada KAI senilai Rp 108,27 miliar. Kemudian pada 2016 mencapai Rp 2,22 miliar, dan pada 2019 mencapai Rp 147,38 miliar.
Dengan ditambah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, Didiek mengharapkan utang tersebut dapat segera dibayarkan. "Harapan kami, dimohonkan pencairan utang pemerintah dapat direalisasikan," ujar Didiek.
Terlebih, Didiek menuturkan dampak pembayaran utang pemerintah dapat membantu likuiditas KAI dalam menghadapi pandemi Covid-19. Selain itu juga dapat memberikan keyakinan bagi stakeholders KAI akan kepastian kolektibilitas piutang pemerintah sehingga meningkatkan kepercayaan.
"KAI juga tidak perlu mengajukan permohonan penghapusan piutang kepada pemegang saham," tutur Didiek.
Nilai kontrak PSO pemerintah untuk KAi diberikan untuk kereta api (KA) antarkota yang terbagi untuk KA jarak jauh, jarak sedang, dan lebarab. Begitu juga untuk KA perkotaan yakni KA jarak dekat dan keret rel diesel (KRD). lalu yang ketiga yaitu PSO untuk kereta rel listrik (KRL).
Total nilai kontrak PSO pemerintah untuk KAI pada 2015 mencapai sekitar Rp 1,5 triliun dan pada 2016 totalnya mencapai sekitar Rp 1,8 triliun. Sementara pada 2019, total nilai kontrak PSO pemerintah untuk KAI sekitar Rp 2,3 triliun.