REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan raksasa dunia ramai-ramai memboikot iklan di Facebook. Langkah itu seiring kebijakan Facebook yang dinilai tidak mencegah penyebaran ujaran kebencian melalui unggahan.
Pengamat Telekomunikasi, Heru Sutadi, mengatakan, di luar negeri, cara-cara menghukum suatu perusahaan memang bisa dengan cara memboikot iklan. Cara itu banyak dipakai untuk menghukum media penyiaran seperti televisi. Dengan memboikot, diharapkan perusahaan tidak mengulangi perbuatannya.
Cara itu, kata Heru, ada yang berhasil dan tidak. Namun, bila tekanan dilakukan secara kuat biasanya akan efektif untuk mengubah kebijakan perusahaan sesuai yang diinginkan publik luas.
Apakah langkah itu akan diikuti perusahaan di Indonesia?
Heru mengatakan, kondisi yang ada di Indonesia cukup berbeda. Masyarakat Indonesia cenderung langsung menghukum pihak yang dinilai mengecewakan. Dengan kata lain, jika mengacu pada kasus Facebook, maka hukuman sosial ditujukan langsung kepada pihak yang menebar ujaran kebencian.
"Di Indonesia akan langsung ke pihak yang dianggap mengecewakan publik," kata Heru kepada Republika.co.id, Senin (29/6).
Ia mencontohkan, hal itu pernah terjadi dengan memboikot produk roti tertentu atau uninstall aplikasi tertentu yang dianggap mengecewakan. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan kepada Facebook oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia dengan memboikot iklan nampaknya tak akan terjadi di Indonesia.
"Masyarakat kita sejatinya terlalu cuek untuk hal-hal seperti itu dan juga mudah dipecah belah dengan isu pro dan kontra," kata dia.