Jumat 19 Jun 2020 09:23 WIB

Di Tengah Pandemi Covid-19, Ekspor Kayu ke China Meningkat

Peningkatan terjadi khususnya pada produk seperti plywood kualitas tinggi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Kinerja ekspor kayu ke China selama periode Januari-Mei 2020 tetap mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi khususnya pada produk seperti plywood kualitas tinggi.
Foto: Istimewa
Kinerja ekspor kayu ke China selama periode Januari-Mei 2020 tetap mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi khususnya pada produk seperti plywood kualitas tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski di di tengah masa pandemi Covid-19, Kinerja ekspor kayu ke China selama periode Januari-Mei 2020 tetap mengalami peningkatan. Meski tipis, kenaikan itu dinilai karena adanya ceruk pasar di China terhadap produk kayu Indonesia.

Nilai ekspor produk hasil hutan Indonesia ke China sepanjang Januari-Mei 2020 mencapai 1,143 miliar dolar AS, naik 1 persen dibanding periode sama tahun lalu sebesar 1,129 miliar dolar AS.

"Adanya ceruk di pasar China, membuat ekspor produk hasil hutan nilainya justru meningkat," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo, dalam keterangan resminya, Jumat (19/6).

Ia mengatakan, peningkatan terjadi khususnya pada produk-produk tertentu seperti plywood dengan kualitas tinggi naik 26 persen, produk kertas dari hutan tanaman industri naik 50 persen, produk kerajinan naik 12 persen, chipwood naik 34 persen dan woodworking naik 1 persen.

Namun di samping itu terdapat beberapa produk yang mengalami penurunan pada periode tersebut. Seperti misalnya pulp turun 5 persen, veneer turun 40  persen, furnitur kayu turun 42 persen dan bangunan prefabrikasi juga mengalami penurunan 100 persen karena tidak ada realisasi.

Kurun waktu lima tahun terakhir, China menjadi negara tujuan ekspor terbesar produk hasil hutan Indonesia, disusul Jepang, AS, Uni Eropa dan Korea Selatan. Sepanjang 2019, ekspor hasil hutan Indonesia ke China telah mencapai devisa tidak kurang dari 2,8 milliar dolar AS.

“Kita patut bersyukur karena walaupun diterjang pandemi Covid-19, nilai ekspor kita ke China masih dapat dipertahankan, bahkan meningkat sedikit dibandingkan periode yang sama tahun lalu," katanya.

Pihaknya mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam menerbitkan serangkaian relaksasi kebijakan untuk meringankan beban dunia usaha dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kebijakan relaksasi itu menjadi dasar untuk memulihkan kondisi perekonomian pasca Covid-19 di sektor usaha kehutanan. Termasuk, menjaga serapan tenaga kerja dari hulu ke hilir yang saat ini sudah mencapai sekitar 625.000 orang dan tidak terjadi PHK.

Ia menambahkan, pihaknya akan terus melakukan upaya dialog secara intens terkait strategi peningkatan ekspor bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta KBRI di negara-negara tujuan utama ekspor kayu olahan Indonesia. 

Mengingat, meski ekspor ke China meningkat, namun nilai ekspor hasil hutan keseluruhan periode Januari-Mei 2020 turun 8,3 persen. Penurunan itu diikuti dengan penurunan kinerja produksi kayu bulat sebagai pemasok bahan baku industri sebesar 21 persen.

Indroyono menuturkan, APHI mengusulkan beberapa langkah untuk penanganan dampak pasca Covid-19. Di antaranya yakni kebijakan perluasan penampang ekspor produk kayu olahan untuk wood working, penerapan kebijakan Multi Usaha Kehutanan, penguatan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ditingkat global, penguatan market intelligence produk kayu olahan unggulan Indonesia, pertemuan bisnis kayu olahan unggulan melalui virtual meeting, serta diikuti kunjungan misi dagang ke sentra industri pengolahan kayu serta pemanfaatan Indonesia Timber Exchange (ITX),

Duta Besar RI untuk Beijing, Djauhari Oratmangun, menyambut baik usulan tersebut untuk penguatan ekspor produk kayu olahan Indonesia ke RRT pasca Covid-19. Menurutnya, Indonesia saat ini menjadi mitra utama perdagangan kayu olahan dengan China, dengan tren ekspor yang terus meningkat dan saat ini  berada di posisi pertama di atas Jepang dan Amerika Serikat.

“Berdasarkan catatan kami, periode tahun 2009 hingga 2018, total pasokan pasar produk kayu Tiongkok meningkat dari 420 juta meter kubik menjadi 560 juta meter kubik, meningkat 32,6 persen dalam 10 tahun, dimana 50 persen dari kebutuhan tersebut berasal dari impor,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement