REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Implementasi pemberian stimulus sektor kesehatan masih berada pada level 1,54 persen dari anggaran yang ditetapkan pemerintah, Rp 87,55 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, realisasi yang masih sangat kecil ini dikarenakan masih terkendala proses administrasi dan verifikasi yang rigid.
Tantangan tersebut dialami untuk pemberian insentif tenaga kesehatan, biaya klaim perawatan pasien hingga proses penanganan kasus di lapangan. "Jadi, ada gap antara realisasi keuangan dan fisik dengan anggaran yang disediakan maupun pelaksanaannya," tutur Sri dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).
Sri berharap, hambatan tersebut dapat diselesaikan segara sehingga implementasi stimulus fiskal bisa diakselerasi. Baik melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan maupun pemerintah daerah.
Catatan lain juga diberikan Sri pada pemberian insentif kepada UMKM yang realisasinya masih 0,06 persen dari target anggaran Rp 123,46 triliun. Sri menjelaskan, pemerintah masih harus menyelesaikan regulasi, data maupun infrastruktur IT untuk mendukung operasionalisasi.
Sri meminta kepada kepada seluruh tim, terutama terkait UMKM, untuk dapat mengakselerasi pemberian stimulus fiskal ke UMKM. Di antaranya Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PMN) di bawah Kementerian BUMN maupun Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) milik Kemenkeu.
Pembiayaan korporasi yang sudah ditetapkan sebesar Rp 53,57 triliun pun masih menghadapi tantangan dengan realisasi nol persen. Pemerintah masih harus menyelesaikan skema dukungan dan regulasi serta infrastruktur pendukung untuk operasionalisasi.
"Kita fokus bulan Juni agar seluruh peraturan dan skema dukungan dapat beroperasi untuk membantu dunia usaha," ujar Sri.
Lebih baik dibandingkan tiga stimulus sebelumnya, realisasi pemberian perlindungan sosial untuk penanganan pandemi telah mencapai 28,63 persen. Pemerintah menganggarkan Rp 203,9 triliun untuk stimulus ini.
Beberapa program bantuan sosial masih cukup optimal, terutama bantuan dalam bentuk sembako, Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial tunai. "Tentu masih ada inklusi, eksklusi eror, dan ini harus diperbaiki terus," ujar Sri.
Hanya saja, Sri mengatakan, masih ada beberapa bentuk perlindungan sosial yang perlu diperbaiki. Di antaranya realisasi kartu prakerja dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa yang masih relatif rendah, sehingga perlu diakselerasi.
Sementara itu, realisasi insentif dunia usaha mencapai 6,8 persen dari total anggaran Rp 120,61 triliun. Sri mencatat, masih ada beberapa wajib pajak yang sebenarnya memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif, namun belum atau tidak mengajukan permohonan insentif.
"Kita akan sosialisasi lebih luas agar dunia usaha paham ada fasilitas pemerintah untuk meringankan beban pajak," katanya.
Stimulus terakhir, bantuan kepada sektoral dan pemerintah daerah, telah terealisasi 3,65 persen dari total anggaran Rp 106,11 triliun. Sri mengatakan, pihaknya terus melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah agar menyelesaikan regulasi maupun kementerian/ lembaga dalam mengintensifkan program padat karya.
Sebagai informasi, pemerintah menetapkan anggaran penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan besaran yang disampaikan Sri setelah rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo pada awal Juni, yakni Rp 677,2 triliun.