REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini dampak perubahan iklim yang terjadi di sektor pertanian telah mempengaruhi stabilitas dan ketahanan pangan. Perubahan curah hujan, cuaca ekstrim, pola serangan hama dan penyakit, serta kelembaban tanah atau ketersediaan air tanah mempengaruhi produktivitas pertanian.
Kementerian Pertanian dibawah komando Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus mendorong dan memacu jajaran di Kementerian Pertanian, untuk lebih giat dan sigap dalam penerapan teknologi pada sektor pertanian. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya melakukan adaptasi, antisipasi dan mitigasi musim kemarau 2020, sehingga ketersediaan untuk memenuhi pangan 267 Juta Jiwa rakyat Indonesia tetap aman dan terjaga.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto dalam keterangannya di Bogor , Minggu (7/6) mengatakan, berdasarkan informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), di wilayah Provinsi Sumatera Selatan misalnya, awal musim kemarau tahun 2020 akan terjadi pada Mei dasarian I sampai dengan Juni dasarian II.
“Sedangkan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada kisaran bulan Juli dan Agustus 2020,” beber dia.
Anton, sapaannya, membeberkan bahwa pihaknya tengah menyusun sejumlah kebijakan strategis, di antaranya irigasi hemat air seperti irigasi tetes dan irigasi curah pada bawang merah, budi daya tanaman sehat, dan pengendalian hama dan penyakit ramah lingkungan.
“Selanjutnya, upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hasil panen juga dilakukan melalui penggunaan mulsa plastik hitam perak pada tanaman bawang merah dan melon, serta penggunaan naungan pada tanaman hias anggrek dan krisan,” tutur dia.
Anton menambahkan bahwa salah satu kunci penting keberhasilan adaptasi dan mitigasi iklim adalah rekayasa ketersediaan air, yakni bagaimana mengelola air saat berlimpah atau sebaliknya saat kekurangan air. “Karena ini sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman hortikultura”, katanya.
Strategi Penanganan Dampak Perubahan Iklim
Sementara, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menyampaikan bahwa dalam upaya mengantisipasi dampak perubahan iklim, yaitu musim kemarau, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perlindungan Hortikultura telah melakukan fasilitasi sarana Penanganan Dampak Perubahan Iklim terhadap komoditas hortikultura. Khususnya untuk komoditas strategis cabai dan bawang merah. Pihaknya juga telah melakukan pembinaan dan fasilitasi sarana untuk penanganan Dampak Perubahan Iklim untuk mengantisipasi musim kemarau tahun 2020.
“Kami ingin petani dapat memanfatkan bantuan pompa air tahun tahun 2019 dan 2020 sehingga tanaman hortikultura dipastikan akan mendapat kecukupan air dengan menyalurkan air dari sumber air baik sungai dan atau embung,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala BPTPH Provinsi Sumatera Selatan, Tuti Murti menyampaikan bahwa pada tahun 2019 melalui Direktorat Perlindungan Hortikultura mendapatkan bantuan untuk penanganan DPI dan bencana alam berupa pompa air di kawasan Cabai seluas 5 hektar. Dialokasikan di Kabupaten Banyuasin dan 30 hektar bantuan dialokasikan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Musi Rawas dan Kota Lubuk Linggau.
“Bantuan pompa air ini sangat membantu petani hortikultura yang sering menghadapi kendala dalam musim kemarau dan diharapkan kelompok tani yang telah menerima bantuan dapat menjadi contoh bagi petani lain dalam menghadapi dampak perubahan iklim terutama musim kemarau di tahun 2020, pungkasnya.
Tuti Murti menyatakan peran penting petugas POPT di lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan secara intensif terhadap OPT komoditas hortikultura.“Petugas POPT juga diminta untuk mendampingi dan berkolaborasi dengan petani dalam pengamatan dan pengendalian OPT dengan mengedepankan prinsip PHT dan pengendalian secara ramah lingkungan.
Terkait hal ini, Sri Wijayanti Yusuf menyampaikan bahwa Provinsi Sumatera Selatan dengan karakteristik lahan rawa lebak, ketersediaan air merupakan kendala untuk keberlangsungan produksi komoditas hortikultura. Untuk itu bantuan pompa air sangat membantu menyalurkan air dari sumber air antara lain embung, sumur dangkal dan juga sungai.
Dalam upaya menjaga stabilitas dan ketahanan produksi agar propinsi Sumatera Selatan dapat memenuhi kebutuhan akan cabai dan bawang secara kontinyu.“Ke depan masih diperlukan alokasi untuk bantuan penanganan Dampak Perubahan Ikkim terutama dalam mengatasi ketersediaan air di musim kemarau,” pungkasnya.