REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menegaskan dana haji tidak digunakan untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Kepala BPKH, Anggito Abimayu menegaskan dana haji tidak akan digunakan untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan perhajian.
"Berita dana haji dipakai untuk penguatan rupiah itu misleading, kami tidak lakukan (konversi valas) untuk tujuan itu, tidak ada upaya secara langsung ke arah sana," katanya dalam Webinar Perlindungan Konsumen Haji di Masa Pandemi, Jumat (5/6).
Pengelolaan pasokan baik rupiah maupun dolar merupakan kebijakan dari otoritas moneter yakni Bank Indonesia. Anggito menyampaikan, BPKH adalah instansi yang sangat membutuhkan kemampuan pengelolaan valuta asing.
Sehingga BPKH perlu berkomunikasi dengan otoritas pengelolaan valas yakni Bank Indonesia, diantaranya untuk pengadaan mata uang riyal dan dolar AS. Sama halnya seperti BPKH yang juga berhubungan dengan OJK untuk urusan bank syariah, dengan LPS terkait penjaminan tabungan haji, dan kerja sama dengan Kementerian Keuangan terkait dengan Islamic Development Bank.
"Kami tidak punya tugas untuk penguatan rupiah, tugas kami adalah menyediakan valas yang digunakan sebagai alat pembayaran, untuk dibayar ke Saudi dan lain-lain, ini sudah normal dilakukan puluhan tahun," katanya.
Pengelolaan valas dilakukan langsung oleh BPKH sesuai dengan kondisi yang ada. Misal saat nilai tukar rendah atau tinggi, BPKH punya pilihan baik konversi ke valas maupun ke rupiah. Ini tergantung pada nilai manfaat yang bisa dihasilkan lebih tinggi.
Misal saat ini saat yield deposito dolar AS hanya satu persen namun dalam rupiah untuk sukuk bisa 6-7 persen. Maka pilihannya bisa konversi ke rupiah karena BPKH mencari portofolio yang bisa lebih optimal dalam menghasilkan nilai manfaat.
Anggito menyatakan bahwa seluruh dana kelolaan jemaah haji senilai lebih dari Rp 135 triliun per Mei 2020 dalam bentuk rupiah dan valuta asing dikelola secara professional pada instrumen syariah yang aman dan likuid. Tahun ini BPKH punya target dana kelolaan total Rp 140 triliun.