Rabu 03 Jun 2020 06:00 WIB

Seperti Apa Industri Pariwisata Saat New Normal?

New Normal mengubah industri pariwisata.

Sejumlah calon penumpang mengantre dengan menjaga jarak fisik saat pemeriksaan dokumen perjalanan di Bandara Sultan Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan, Senin (1/6/2020). Pihak bandara setempat memperketat penerapan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona. New Normal otomatis mengubah industri pariwisata, termasuk dunia penerbangan.
Foto: ANTARA/ARNAS PADDA
Sejumlah calon penumpang mengantre dengan menjaga jarak fisik saat pemeriksaan dokumen perjalanan di Bandara Sultan Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan, Senin (1/6/2020). Pihak bandara setempat memperketat penerapan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona. New Normal otomatis mengubah industri pariwisata, termasuk dunia penerbangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ekonomi Islam Universitas Padjadjaran Ikram Nur Muharam menilai, kondisi "new normal" alias kebiasaan baru setelah pandemi Covid-19 akan mengubah industri wisata. Pada kondisi normal yang baru itu, orang-orang masih senang berlibur dan berwisata, namun sejumlah prosedur akan berubah.

"Orang akan tetap senang liburan dan pariwisata masih menyumbang untuk Penghasilan Domestik Bruto, tetapi ada hal yang mungkin berubah, seperti prosedur baik di industri penerbangan, hotel, restoran, hingga attraction (hiburan)," kata Ikram dalam diskusi daring di Jakarta beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Ikram menjelaskanm sejumlah prosedur, misalnya di bandara dan pesawat terbang sebelum melakukan take off, kebersihan dan kesehatan akan lebih ketat untuk dijalankan. Kemudian, industri perhotelan juga mungkin akan menerapkan sistem self check-in dan self service kepada konsumen dengan tetap memerhatikan higienitas.

Hal yang sama juga terjadi pada restoran yang akan meningkatkan standar higienitasnya, mengingat hal tersebut yang paling diperhatikan oleh konsumen. Sementara untuk industri hiburan, akan ada beberapa inovasi baru, seperti menggelar konser secara virtual atau konser dengan mewajibkan penonton berada di dalam mobil masing-masing, seperti yang telah dilakukan di Jerman.

Menurut Ikram, jumlah wisatawan juga ada kemungkinan untuk dibatasi.  Ini sekaligus menjadi solusi untuk mengatasi dampak overtourism dan kaitannya dengan keberlanjutan lingkungan (sustainability) yang mulai dirasakan oleh masyarakat, terutama setelah adanya pandemi Covid-19.

"Orang-orang jadi peduli bahwa dampak overtourism ini banyak sekali, baru terlihat sekarang seperti sungai di Venice yang jadi lebih jernih, lapisan ozon membaik, bahkan binatang bisa lebih bebas," kata Ikram yang juga tengah menempuh pendidikan doktor di University of Surrey, UK, bidang Hospitality and Tourism Management.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement