REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai bahwa pemerintah harus terus berupaya untuk membangun rantai pasok dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Pandemi Covid-19 merupakan era untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan membangun supply chain (rantai pasok)," ujar Ekonom Senior Indef Aviliani dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (29/5).
Saat ini, lanjut dia, rantai pasok di dalam negeri relatif masih rendah, sehingga dibutuhkan kolaborasi lintas pengusaha dan daerah untuk membangun rantai pasok. "Di era Covid-19 kolaborasi harus dilakukan, dan yang bisa subtitusi impor diberikan insentif. Ke depan itu harus dilakukan, ketergantungan terhadap negara lain harus ditekan," katanya.
Ia menambahkan pelaku usaha juga harus dapat mendeteksi pasar baru di dalam negeri mengingat melakukan ekspor juga sedang sulit di saat ini. "Cari demand dalam negeri, harus optimalkan dalam negeri, dan meningkatkan kolaborasi di dalam negeri, berat kalau tidak berkolaborasi karena pasar berubah," ucapnya.
Sebelum pandemi Covid-19, ia mencontohkan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah melakukan kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk pasokan daging. "Jatim kalau kekurangan daging tidak impor, sudah kerja sama dengan NTT. Masalah saat ini adalah antara satu dengan yang lainnya kurang kolaborasi," paparnya.
Aviliani mengatakan dalam rangka membangun rantai pasok, dibutuhkan peran pemerintah untuk membangun ekosistem di setiap sektor usaha agar terjadi kolaborasi yang kuat. "Ketahanan untuk memenuhi kebutuhan menjadi penting, harus ada kolaborasi, ini butuh peran pemerintah," katanya.
Secara terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk membangun rantai pasok agar Indonesia berdikari. "Geopolitik selama ini selalu menyerukan pasar bebas, realita sekarang adalah proteksionisme, jadi kesempatan Indonesia berdikari untuk membangun rantai pasok yang sehat untuk negara kita," ujar Menteri Erick.
Ia mengatakan semua negara saat ini cenderung menerapkan kebijakan proteksionisme, dimana mereka lebih mengutamakan kepentingan negaranya sendiri dalam memenuhi kebutuhan.
Kendati demikian, lanjut dia, proteksionisme juga tidak harus anti impor mengingat beberapa bahan baku industri didapat melalui impor. "Namun kalau impor terus juga salah," ucapnya.
Maka itu, Erick mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk membangun ketahanan pangan, energi, dan kesehatan agar Indonesia tidak menjadi pasar bagi negara lain.