REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BNI Syariah bukukan pertumbuhan laba sebesar 58,1 persen menjadi Rp 214 miliar (yoy) pada kuartal I 2020. Direktur Keuangan & Operasional BNI Syariah, Wahyu Avianto menyampaikan pertumbuhan laba diproyeksi melambat secara full year di akhir tahun 2020 karena Covid-19.
Sementara itu, aset tumbuh 16,2 persen menjadi Rp 51,1 triliun. Pembiayaan tumbuh 9,8 persen menjadi Rp 32,5 triliun dan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 44,8 triliun atau tumbuh 16,6 persen.
"Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari pembiayaan membuat BNI Syariah tidak ada masalah likuiditas," katanya dalam paparan kinerja kuartal I 2020, Kamis (28/5).
Dampak Covid-19 belum terbukukan pada kuartal I. Namun BNI Syariah telah melakukan persiapan untuk kuartal-kuartal selanjutnya. Pertumbuhan laba diproyeksi melambat karena penurunan pendapatan dari pembiayaan. Wahyu mengatakan bank masih menyalurkan pembiayaan meski sangat selektif.
Perlambatan bisnis karena Covid-19 akan menurunkan sisi profitabilitas dari sisi pendapatan margin dan bagi hasil. Namun peluang profit muncul dari fee based income imbas digitalisasi layanan.
"Kami sudah antisipasi di kuartal selanjutnya baik secara bisnis maupun kualitas aset, semoga bisa diminimalisir sehingga akhir tahun masih tetap making profit," katanya.
Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan didorong oleh segmen konsumer yang tumbuh 48,6 persen menjadi Rp 15,7 triliun. Diikuti oleh segmen komersial yang tumbuh sebesar 24,8 persen menjadi Rp 8,1 triliun, dan UKM yang didorong dari sisi usaha kecil sebesar 15,9 persen menjadi Rp 5,1 triliun.
Kualitas pembiayaan per Maret 2020 tercatat dalam indikator Non Performing Financing (NPF) sebesar 3,8 persen. Wahyu menargetkan NPF di akhir tahun masih di bawah empat persen. Posisi BOPO tercatat 76,53 persen, FDR sebesar 71,93 persen, dan CAR sebesar 19,29 persen.