REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memprediksi pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal II 2020 mencapai 2 hingga 2,7 persen. Angka itu bisa terpenuhi, jika pada kuartal kedua ini kasus positif Covid-19 melandai dan tidak ada second wave atau kejadian susulan yang serupa.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, syarat lain agar prediksi tersebut tercapai yakni bila masyarakat produktif dan aman terhadap Covid-19. Dengan begitu bisa menjalankan aktivitas ekonominya kembali.
Apabila berbagai syarat pokok tersebut tidak terpenuhi, lanjutnya, pertumbuhan sektor industri pada kuartal II bisa lebih rendah dari realisasi kuartal I 2020. "Kita belum tahu akan seperti apa, namun ketika pembatasan sudah mulai dikurangi, tentu akan secara bertahap kita bisa memperbaiki ekspektasi terhadap pertumbuhan sektor industri,” jelas Agus melalui keterangan resmi pada Kamis (28/5).
Kemenperin, kata dia, terus memperbarui aturan yang dapat mendukung sektor industri dalam kesiapan menerapkan tataran new normal atau kenormalan baru. Tujuannya mengantisipasi agar tidak terjadi penularan Covid-19 dalam operasional industri.
Dalam upaya berbenah menghadapi kondisi new normal, Kemenperin pun akan kembali menyesuaikan kebijakan operasional industri. Hal itu seiring diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
“Kami akan menyusun pedoman yang dirangkum dari surat-surat edaran Menteri Perindustrian yang sudah dikeluarkan selama pandemi. Lalu berdasarkan keputusan terbaru dari Menteri Kesehatan yang kami lihat sangat komprehensif,” ujarnya.
Menurut Agus, perlu penyesuaian kebijakan dan target dengan situasi terkini. Terutama terkait kondisi sektor manufaktur yang sedang mengalami tekanan besar.
“Kondisi kenormalan baru ini membuat kami harus menghitung ulang dengan baik, target-target yang sebelumnya sudah direncanakan,” ujarnya. Ia menambahkan, kenormalan baru dalam industri manufaktur dapat berpengaruh pada aspek produktivitas hingga daya saingnya.
Salah satu target yang bakal disesuaikan yakni pengurangan impor hingga 35 persen, yang awalnya diproyeksi tercapai pada akhir tahun 2021. “Target tersebut kami sesuaikan untuk bisa dicapai pada akhir 2022,” ungkapnya.