REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, pemerintah tidak perlu membedakan sektor dunia usaha untuk memberikan insentif. Semua yang mengalami kesulitan harus segera dibantu dengan skala prioritas.
Piter mengatakan, insentif harus disesuaikan dengan kondisi tiap usaha. "Yang paling kritis yang diutamakan," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (14/5).
Dibandingkan memilah sektor yang diberikan insentif, Piter mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus pada rancangan sistem dan mekanisme pemberian bantuan. Bukan dalam bentuk bantuan tunai, tapi melalui kelonggaran restrukturisasi kredit.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengarahkan perbankan untuk mempermudah restrukturisasi kredit bagi korporasi yang mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. Dengan fasilitas ini, Piter menuturkan, korporasi dapat menyesuaikan pembayaran cicilan pokok dan bunga sesuai kemampuan mereka.
Selain itu, Piter menambahkan, bantuan juga bisa dalam bentuk insentif pajak untuk meringankan kewajiban dunia usaha. "Bisa macam-macam, penundaan cicilan pajak atau penurunan tarif pajak penghasilan. Yang penting memang yang dibutuhkan dunia usaha dan berdampak langsung," katanya.
Saat ini, pemerintah sedang menyusun program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diarahkan pada perbaikan sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, pemerintah mendorongnya melalui percepatan penyaluran bantuan sosial, pemberian insentif perpajakan hingga perluasan stimulus konsumsi untuk kelas menengah.
Sementara itu, dari sisi penawaran, pemulihan ekonomi ditujukan untuk mendukung dunia usaha, terutama UMKM. Tapi, BUMN serta korporasi juga tidak luput dari jangkauan program ini.