Senin 11 May 2020 22:21 WIB

Pemahaman Publik pada RUU Cipta Kerja Masih Rendah

ada distorsi pemahaman publik terhadap substansi RUU

Syekh Muhammad Yunus, Guru Para Ulama Al Washliyah. Foto: Logo Al Washliyah
Foto: Istimewa
Syekh Muhammad Yunus, Guru Para Ulama Al Washliyah. Foto: Logo Al Washliyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Kajian Strategis Al Washliyah Sumatera Utara memandang hingga kini pemahaman publik terhadap  RUU Cipta Kerja masih sangat kurang. Bahkan dalam sejumlah hal menunjukkan beda tafsir yang serius. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat.

“Tidak ada sosialisasi yang intensif, terencana dan menyasar dengan baik semua pihak yang dianggap terkait langsung. Akibatnya, ada distorsi pemahaman publik terhadap substansi RUU,’’ kata Eko Marhaendy, ketua Badan Kajian Strategis Al Washliyah Sumatera Utara, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (11/5).

Kajian yang dilakukan BKS Al Washliyah bekerjasama Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) Jakarta ini dimaksudkan sebagai uji publik RUU Cipta Kerja yang diselenggarakan selama sekitar satu bulan di lingkungan Al Washliyah Sumatera Utara.

‘’Kami menemukan, RUU Cipta Kerja telah membelah opini publik di lingkungan internal Al Washliyah sendiri. Ada pola khas dalam pencarian informasi pada masing-masing pihak yang berbeda pandangan dalam melihat RUU ini. Masing-masing berupaya mencari medianya masing-masing sebagai kanalisasi opini mereka,’’ kata Eko.

Eko mencontohkan, Ikatan Sarjana Al Washliyah (ISARAH) menilai banyaknya penolakan buruh terhadap RUU Cipta Kerja dilatarbelakangi ketidakpahaman buruh terhadap RUU Cipta Kerja itu sendiri. Dalam hal ini pemerintah dipandang gagal melakukan sosialisasi.

Sementara Ketua Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) menunjukkan signal mendukung RUU Cipta Kerja, bahkan mendorong DPR untuk segera mengesahkannya. Dalam perspektif Ketua HIMAH, RUU Cipta Kerja memiliki tujuan positif dalam rangka memajukan perekonomian Indonesia dengan perampingan undang-undang yang berdampak langsung pada lapangan kerja.

Dalam pandangan  HIMMAH, penolakan yang dilakukan beberpa pihak, terutama buruh, didasari kekhawatiran yang justru bertolak belakang dengan tujuan prinsipil RUU Ciptaker itu sendiri.

“Agak berlebihan memang kalau harus menduga cara pandang HIMMAH dipengaruhi arus informasi yang bersumber dari kanal-kanal pro RUU Cipta Kerja. Tetapi saya melihat dukungan mereka tersebut menyangkut kepentingan mereka sebagai kelompok muda yang membutuhkan lapangan kerja. Sehingga RUU Cipta Kerja dapat dimaknai sebagai jaminan bagi kaum muda untuk lebih mudah mendapat pekerjaan,” papar Eko.

Kajian Al Washliyah digelar menggunakan pendekatan yang  digunakan adalah Critical Discourse Analysis dalam rangka memetakan opini terkait RUU di media. Eko dan kawan-kawan melakukan wawancara mendalam kepada jajaran pengurus Al Washliyah pusat dan daerah terkait RUU Cipta Kerja.

Kajian juga dilengkapi teknik kuisioner untuk memeroleh pandangan alternatif di luar pandangan pengurus inti. Baik kuesioner maupun konsep interview disusun dan dirumuskan dengan melibatkan praktisi hukum, aktivis buruh, dan pelaku usaha.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement