REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kolaborasi dengan fintech bisa menjadi solusi bagi lembaga keuangan syariah (LKS) di tengah kondisi tidak menentu saat ini. Fintech menjadi yang terminim kena dampak pandemi corona karena sudah berbasis teknologi sejak lahir.
"Fintech bisa dengan mudah beradaptasi di kondisi pembatasan sosial seperti sekarang," kata Proposition Manager Refinitiv, Shaima Hassan, Selasa (21/4).
Lembaga keuangan syariah perlu belajar dari krisis keuangan 2008 untuk menghadapi kondisi tak stabil seperti sekarang ini. Shaima menyampaikan, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan agar industri bisa bertahan di tengah ketidakpastian karena wabah Covid-19.
"Pertama terkait diversifikasi aset, baik dalam investasi maupun pembiayaan. Kedua untuk digitalisasi operasional," kata Shaima.
Shaima juga menyebut institusi syariah sangat perlu memiliki dana darurat untuk memastikan likuiditas. Agar kesehatan keuangan terjaga juga perlu dilakukan evaluasi secara berkala untuk meminimalkan risiko.
Selain itu untuk keberlangsungan industri, sebuah entitas syariah sudah seharusnya beralih ke digital. Sebisa mungkin segala operasional diarahkan untuk melakukan digitalisasi.
"Saat ini banyak perusahaan yang terlambat untuk bergabung dengan digital ekonomi, padahal harus diperkuat," kata Shaima.
Fintech berpeluang melesat di tengah wabah dan bisa jadi perpanjangan tangan industri yang masih konvensional. Country Manager Refinitiv untuk Indonesia, Steve Dean menambahkan, pelajaran penting yang bisa diambil oleh institusi syariah yakni untuk menentukan prioritas.
"Prioritasnya kemana pembiayaan yang akan diberikan. Karena ternyata ada beberapa sektor yang mungkin tertinggal tapi sangat dibutuhkan sekarang," kata Dean.
Sektor ini seharusnya bisa dilengkapi setelah masa pandemi menunjukkan dimana celah yang kosong. Entitas maupun industri bisa mengisi rantai supply chain strategis. Misalnya sektor makanan, pertanian, kesehatan.