REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Hakim Iskandar menegaskan bahwa penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga desa yang terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19 ialah dalam bentuk uang, bukan sembako. Anggaran BLT untuk warga desa ini akan diambil dari dana desa.
"Ada yang bertanya, apakah boleh BLT dana desa diberikan dalam bentuk sembako? Jawabannya tidak boleh, harus berupa uang," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (18/4).
Ia mengatakan BLT dana desa untuk masyarakat miskin atau penerima di desa saat pandemi Covid-19 tersebut sebisa mungkin diberikan secara nontunai atau transfer perbankan. Namun jika benar-benar tidak memungkinkan untuk dilakukan secara nontunai, maka penyaluran BLT dana desa juga boleh diserahkan secara tunai.
"Tidak mutlak, tapi usahakan betul secara nontunai. Kalau tidak bisa maka tunai juga tidak apa-apa, yang penting sampai ke yang penerima BLT dan bisa dipertanggungjawabkan," ujar dia.
Secara umum, ia menjelaskan BLT dana desa diberikan kepada warga miskin atau ekonomi lemah di desa yang belum mendapatkan program bantuan pemerintah misalnya Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Nontunai dan kartu prakerja.
Untuk diketahui, BLT dana desa diberikan kepada penerima sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan berturut-turut. Sehingga total yang akan diberikan selama tiga bulan tersebut ialah Rp 1,8 juta.
Menurut Gus Menteri, sapaan akrabnya, kondisi Covid-19 ini dapat menyebabkan orang mendadak miskin sebab sumber penghasilannya hilang. "Ya gimana, sumber penghasilannya hilang. Dulu berpenghasilan, sekarang penghasilannya hilang, sementara tidak punya aset," katanya.
Selain itu, Gus Menteri juga menyarankan agar Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menyediakan bahan-bahan pokok kebutuhan warga desa. Hal ini bertujuan agar penerima BLT dana desa dan masyarakat setempat tidak perlu keluar daerahnya untuk mencari kebutuhan pokok sehari-hari.