Senin 13 Apr 2020 11:00 WIB

Wabah dan Blokade Israel Buat Ekonomi Gaza Memburuk

Pengepungan dan Covid-19 memperburuk kondisi perekonomian Gaza

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Seniman Palestina Samah Saed menghiasi masker dengan gambar kartun, untuk mendorong orang agar memakainya sebagai tindakan pencegahan terhadap coronavirus, di sebuah lokakarya di lingkungan Shijaiyah Gaza, Kamis, 2 April 2020. Pengepungan dan Covid-19 memperburuk kondisi perekonomian Gaza. Ilustrasi.
Foto: AP / Adel Hana
Seniman Palestina Samah Saed menghiasi masker dengan gambar kartun, untuk mendorong orang agar memakainya sebagai tindakan pencegahan terhadap coronavirus, di sebuah lokakarya di lingkungan Shijaiyah Gaza, Kamis, 2 April 2020. Pengepungan dan Covid-19 memperburuk kondisi perekonomian Gaza. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Krisis ekonomi di Jalur Gaza semakin memburuk. Hal itu terjadi karena wabah Covid-19 dan terus berlanjutnya pendudukan serta blokade Israel.

"Pendudukan, pengepungan, dan langkah-langkah Israel terhadap Covid-19 telah mengakibatkan krisis ekonomi. Jika terus berlanjut, itu akan menciptakan bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Kepala Gaza's National Committee for Breaking Siege Jamal al-Khudari pada Ahad (12/4) dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

Menurut al-Khudari, krisis yang berpotensi muncul tak main-main. "Krisisnya besar dan sangat berbahaya bagi pekerja, pabrik, sektor perdagangan, pertanian, dan pariwisata," ujarnya.

Menurut dia, secara umum perekonomian Palestina memang sedang mengalami penurunan. Gaza menjadi wilayah yang paling merasakannya karena berada di bawah blokade Israel.

Saat ini Palestina memiliki 290 kasus Covid-19 dengan dua korban jiwa. Gaza mengumumkan dua kasus pertama virus corona pada 22 Maret lalu. Mereka adalah warga yang baru saja kembali dari Pakistan.

Kelompok Hamas yang mengontrol Gaza sedang berupaya membuka dua pusat karantina di perbatasan utara dan selatan wilayah tersebut. Pusat itu diharapkan mampu menampung seribu orang.

Selain itu, Hamas telah membuka 18 fasilitas karantina tambahan di klinik dan hotel. Hal tersebut diharapkan dapat menopang fasilitas karantina sementara yang telah dioperasikan di Gaza. Terdapat 1.700 warga yang ditempatkan di fasilitas karantina darurat pada akhir Maret lalu.

Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Wilayah Palestina Gerald Rockenschaub menyadari minimnya fasilitas karantina di Gaza. "Kita sudah sangat jelas tentang bagaimana fasilitas karantina seharusnya dan menawarkan dalam hal fasilitas, layanan, dan dukungan. Tapi ini jelas lebih mudah diucapkan daripada dilakukan di Gaza, di mana ada kekurangan substansial dalam hampir semua hal," ucapnya.

Menurut WHO, Gaza hanya memiliki 60 mesin pernapasan dan 45 di antaranya telah digunakan. WHO telah bekerja sama dengan otoritas Israel untuk mengimpor peralatan dan pasokan yang sangat dibutuhkan dari donor internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement