REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebutkan, belanja pemerintah akan menjadi penopang ekonomi domestik pada tahun ini. Sebab, faktor Produk Domestik Bruto (PDB) lainnya mengalami tekanan dari perlambatan ekonomi sebagai dampak dari pandemi virus corona (Covid-19).
Faisal menyebutkan, pertumbuhan investasi baru juga diprediksi melambat. Penyebabnya, kekhawatiran masyarakat dan investor meluas terhadap Covid-19, sehingga minat investasi turun signifikan.
Tren perlambatan tidak hanya terlihat pada investasi swasta, juga proyek-proyek investasi yang dikelola pemerintah maupun BUMN. "Akan turun sejalan dengan imbauan social distancing bagi pekerja," ujar Faisal dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (29/3).
Dengan berbagai kondisi tersebut, satu-satunya faktor yang berpotensi menopang ekonomi domestik tahun ini adalah belanja pemerintah. Faisal menekankan, penanganan Covid-19 mengharuskan pemerintah bekerja maksimal untuk menyediakan berbagai paket kebijakan, baik untuk mengobati pasien Covid-19 (kuratif) maupun mencegah eskalasi penyebaran virus tersebut (preventif).
Stimulus fiskal juga menjadi kunci utama dalam meredam dampak negatif terhadap ekonomi, terutama bagi pelaku usaha dan kelompok masyarakat yang terkena dampak paling besar.
Sebelumnya, Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk meredam dampak kepanikan masyarakat, terutama investor terhadap pandemi Covid-19. Misalnya dengan menurunkan suku bunga (BI 7-Day Reserve Repo rate) hingga 50 basis poin selama 2020 ini menjadi 4,5 persen, melonggarkan giro wajib minimum, dan melakukan intervensi pasar valas untuk meredakan pelemahan rupiah.
Meskipun demikian, Faisal menyebutkan, kepanikan investor di pasar modal memicu peningkatan net selling asing, sehingga membuat rupiah terdepresiasi hingga 16 persen (year to date/ ytd) pada Jumat (27/3). "Rupiah bahkan menjadi mata uang yang terdepresiasi paling dalam di antara mata uang negara-negara ASEAN," kata Faisal.