Kamis 05 Mar 2020 21:59 WIB

Pengelolaan Rajungan, Kakap, dan Kerapu Berkelanjutan

Arah baru kebijakan pengelolaan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat

Prof Rokhmin Dahuri menyampaikan presentasi  tentang arah baru kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Foto: Dok KKP
Prof Rokhmin Dahuri menyampaikan presentasi tentang arah baru kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong pengelolaan perikanan  rajungan, kakap dan kerapu berkelanjutan. “Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat prikanan,” kata Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 -2024, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS.

Ia mengemukakan hal tersebut pada talk show  "Stakeholders Meeting Perikanan Rajungan (Blue Swimming Crab), Kakap (Snapper) dan Kerapu (Grouper) di Jakarta, Selasa (3/3). Pada kesempatan tersebut, Rokhmin membawakan presentasi bertajuk “Arah Baru Kebijakan Pengelolaan Perikanan Rajungan, Kapap dan Kerapu Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat”.

Rokhmin menyebutkan, arah baru kebijakan KKP itu  antara lain berupa pengembangan budidaya rajungan, kakap, dan kerapu. Juga, penguatan pengawasan terhadap kegiatan destructive fishing dengan melibatkan peran serta masyarakat.

“Selain itu, peningkatan kualitas dan daya saing industri pengolahan modern hasil perikanan rajungan, kakap, dan kerapu: live fish, fresh fish, pembekuan, pengalengan, dan lain-lain,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Di samping itu, kata Rokhmin, modernisasi dan peningkatan kapasitas nelayan tradisional dengan penggunaan fishing technologyyang lebih produktif, efisien, dan ramah lingkungan. “Sehingga,  pendapatan seorang nelayan minimal 300 dolar  AS (sekitar Rp 4,2 juta) per bulan,” tutur pakar kelautan dan perikanan itu.

Ia juga mengemukakan, nelayan harus menerapkan Best Handling Practices, dan Cold Chain System untuk  jenis-jenis ikan mahal. Untuk itu, kata dia, perlu evaluasi dan penetapan sistem bagi hasil antara pemilik kapal ikan dengan ABK yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

“Perlu, penyediaan matapencaharian alternatif, ketika nelayan tidak mampu ke laut, karena cuaca buruk atau musim paceklik ikan,” ujar  Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia.

Selain itu, kata Rokhmin, pemerintah melalui Koperasi, BUMN, atau Swasta harusmenjamin ketersediaan sarana produksibagi nelayan di seluruh wilayah NKRI,dengan harga relatif murah.

Pemerintah menjamin pasar ikan hasil tangkapan nelayandengan harga yang menguntungkan nelayan, dan juga terjangkau oleh konsumen dalam negeri. “Caranya adalah  membangun kemitraan antara industri (pabrik) pengolahan ikan dengan nelayan,” tutur  Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara).

Tidak kalah pentingnya, kata Rokhmin, ketersediaan dana yang terjangkau oleh nelayan. “Pemerintah harus menyediakan kredit kepada nelayan di seluruh wilayah NKRI dengan bunga relatif murah dan persyaratan pinjam relatif lunak,” papar Rokhmin Dahuri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement