Jumat 28 Feb 2020 14:30 WIB

BI: Pasar Keuangan Global Sedang Meradang

Investor global cenderung melepas portofolio investasinya di berbagai negara.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (FOTO ANTARA/Puspa Perwitasari/ama. Fotografer)
Foto: Puspa Perwitasari/Antara
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (FOTO ANTARA/Puspa Perwitasari/ama. Fotografer)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) terus memantau perkembangan ekonomi global akibat wabah virus corona baru atau Covid-19 yang semakin meluas. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan pasar keuangan sedang meradang.

"Pasar uang global sedang mengalami radang, karena investor di seluruh negara memang mengira dampak corona menyebar tidak hanya di Asia tapi juga Amerika dan Eropa," katanya di Komplek BI, Jakarta, Jumat (28/2).

Baca Juga

Perry mengatakan dalam kondisi seperti ini, investor global cenderung melepas portofolio investasinya di berbagai negara. Tidak hanya dari Indonesia tapi juga negara lain, seperti Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Di pasar keuangan Indonesia, pengaruhnya terlihat jelas di nilai tukar Rupiah dan saham. Perry menyebut aliran modal asing yang keluar dari Indonesia (outflow) bulan ini  sebesar Rp 30,3 triliun. Dengan rincian sebesar Rp 26,2 triliun di Surat Berharga Negara (SBN) dan di saham Rp 4,1 triliun.

Perry menyampaikan triple intervention telah membuat penurunan pasar keuangan Indonesia tidak sedalam negara lainnya. Intervensi dilakukan pada tiga hal, yakni melalui transaksi spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder.

"Pelemahan nilai tukar rupiah maupun kenaikan yield SBN 10 tahun Indonesia lebih baik dari negara lain karena triple intervention yang dilakukan," katanya.

Perry menjelaskan BI dan bank-bank dalam negeri melakukan pembelian SBN yang dilepas oleh investor asing untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sejak awal Januari hingga 27 Februari 2020, BI telah menggelontorkan sekitar Rp 100 triliun untuk beli di pasar sekunder.

Sekitar Rp 78 triliun diantaranya dibeli sejak akhir Januari, saat mulai merebaknya Covid-19. Oleh karena itu, yield SBN tenor 10 tahun mengalami pelemahan karena meningkat dari 6,56 persen menjadi 6,95 persen per hari ini. 

"Memang ada pelemahan, tapi lagi-lagi tidak sebesar negara lain," katanya.

Ia menegaskan bahwa BI akan terus berada di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan pasar keuangan, khususnya obligasi pemerintah. BI juga terus koordinasi untuk terus melakukan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement