REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- PT PLN (Persero) melalui anak usahanya, Indonesia Power (IP), meresmikan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Kompleks Perkantoran Bali Power Generation Unit, dengan total daya 226 kWp (Kilo Watt Peak). Pengoperasian PLTS Atap ini sebagai bentuk dukungan terhadap penggunaan energi ramah lingkungan di Bali.
Acara tersebut dihadiri oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM FX Sutijastoto, Gubernur Bali Wayan Koster, Dan Direktur Utama Indonesia Power M Ahsin Sidqi.
Pengembangan teknologi PLTS Bali Power Gen Unit ini diinisiasi oleh PT Indo Tenaga Hijau, salah satu anak perusahaan Indonesia Power. "Pengembangan PLTS Atap di Bali Power Generation unit sudah dilakukan sejak pertengahan 2019 silam, " ujar Dirut Indonesia Power M Ahsin Sidiqi dalam sambutan Peresmian PLTS Atap Bali Power Generation Unit di Denpasar, Bali, Senin (24/2).
Ia menuturkan, PLTS Atap ini memanfaatkan modul PV dari Canadian Solar. "Teknologi ini menjadi salah satu metode untuk menurunkan emisi yang dihasilkan oleh unit pembangkit," ujarnya.
PLTS Atap Bali Power Generation Unit terpasang di dua titik, masing-masing berdaya 136 kWp di PLTDG (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas) Pesanggaran dan 90 kWp di PLTG Pemaron. Pengoperasian PLTS Stop ini diperkirakan akan mampu memangkas nilai emisi hingga 39T CO2.
"Pengembangan dan pemasangan PLTS ini menjadi wujud nyata komitmen perusahaan dalam mendukung Kota Bali sebagai salah salah satu daerah terdepan dalam hal upaya pengembangan energi bersih, yang tercermin dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Energi Bersih, " paparnya.
Peraturan tersebut turut mengatur tentang pengembangan Bangunan Hijau, bangunan yang memiliki keseimbangan antara energi yang dihasilkan serta energi yang digunakan (zero energy building).
Salah satu poin yang termuat dalam peraturan tersebut adalah bahwa bangunan pemerintah pusat dan daerah, serta bangunan komersial industri, sosial dan rumah tangga dengan luas lantai lebih dari 500 M2 diwajibkan untuk memasang sistem PLTS, dengan tenggat waktu mulai dari 2021 hingga 2024.
Selain itu, lanjut Ahsin, keberadaan PLTS ini turut membantu memenuhi kebutuhan energi Bali Power Generation Unit dan menjadikannya zero energy building. "Ke depannya kita akan pasang semua rooftop di Indonesia dengan PLTS ," ujarnya.
Sementara itu Dirjen EBTKE Kementerian ESDM FX Sutijastoto menuturkan pengoperasian PLTS Atap Bali Generation Unit merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk men dukung penurunan emisi gas buang sebesar 29 persen tanpa bantuan internasional. "Dengan bantuan internasional penurunan emisi gas buang ditargetkan bisa mencapai 40 persen, " ujarnya dalam kesempatan sama.
Saat ini diakuinya, pemanfaatan energi surya di Indonesia masih kecil, yakni baru sebesar 8,8 persen dari total bauran energi nasional. Hingga saat ini total kapasitas terpasang energi surya nasional baru mencapai 10,35 megawatt (MW).
"Jumlah tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan Kamboja yg sudah mencapai 60 MW," ungkapnya.
Untuk mendorong pemanfaatan energi surya, lanjut Sutijastoto, Dirjen EBTKE sudah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah untuk memasang PLTS Atap. "Minimal memasang 13 kwp per gedung, " ujarnya.